Liputan6.com, Jakarta - Sekitar 40 persen karyawan memeriksa email berkaitan pekerjaan setidaknya lima kali sehari di luar jam kerja.
Hampir sepertiganya menyatakan kalau meski sudah selesai bekerja tapi sepenuhnya belum bisa lepas dari email yang berkaitan dengan pekerjaan.
Advertisement
Berdasarkan survei terbaru terhadap lebih dari 2.000 karyawan di Inggris, teknologi telah meningkatkan jumlah orang bekerja lebih fleksibel, yaitu bisa dari rumah, kedai kopi dan ruang kerja bersama. Banyak yang merasa "peralihan" budaya kerja ini bukan hal baik.
Penelitian oleh Chartered Institute of Personnel Development (CIPD) menemukan kalau hampir seperlima karyawan merasa di bawah pengawasan meski bekerja dari jarak jauh. Selain itu, 17 persen karyawan juga merasa pengawasan itu membuat cemas dan berdampak terhadap kualitas tidur mereka.
Di sisi lain, 30 persen karyawan mengatakan, kalau fleksibilitas membuat mereka merasa diberdayakan meski jauh dari tempat kerja. Selain 37 persen mengatakan kalau mereka juga lebih produktif.
Christine Grant, Dosen Psikologi dari Universitas Coventry menuturkan, kurangnya waktu beristirahat dan mengalami masalah tidur merupakan aspek memprihatinkan dalam temuan tersebut. Ini berdampak terhadap kesejahteraan.
"Bahaya lainnya adalah ketika mereka merasa di bawah pengawasan, pekerja yang bekerja dari rumah atau tempat lainnya dapat lebih banyak bekerja, menjadi stres dan marah tetapi tidak ada yang tahu," tutur dia, seperti dikutip dari laman Independent, yang ditulis Sabtu (29/4/2017).
Meski demikian, menurut Grant, bekerja secara fleksibel misalkan tak bekerja dari kantor dapat lebih menarik dan penting terutama untuk pekerja sebagai perawat.
Grant menilai larangan mengecek email di luar jam kerja di Prancis juga bukan menjadi solusi. Namun, pengusaha dan manajemen harus perbaiki budaya kerja yang kurang baik.
Dosen Senior Institute of Work Psychology Carolyn Axtell menuturkan, kerja fleksibel bisa menjadi "pedang bermata dua". "Harapan dan norma organisasi memiliki peran dimainkan di sini," ujar Axtell.
"Ketika banyak orang mengirim dan menanggapi email dari jam kerja, itu memberikan tekanan kepada orang lain untuk melakukan hal sama. Perusahaan perlu memikirkan bagaimana mengelola harapan karyawan soal jam kerja sambil tetap perhatikan fleksibilitas," tambah dia.
Dalam penelitian itu juga menemukan kalau lebih banyak karyawan di sektor swasta untuk beralih pekerjaan dari pada di sektor publik dan sukarelawan.
Dalam riset CIPD menemukan kalau mereka yang bekerja di sektor publik juga hampir lebih dua kali untuk memeriksa pekerjaan mereka lewat ponsel minimal lima kali sehari di luar jam kerja dari pada di sektor swasta.
Peneliti CIPD Claire McCartney menuturkan, kalau pengusaha perlu memiliki pendekatan lebih jelas terhadap kerja jarak jauh oleh karyawan. Serta menciptakan budaya pemberdayaan lebih luas dengan karyawan merasa dipercaya dan diberdayakan untuk bekerja.