Liputan6.com, Jakarta Batam merupakan sebuah pulau yang terletak di gugusan Kepulauan Riau yang berbatasan langsung dengan Singapura dan Malaysia serta berada di jalur pelayaran Internasional yang strategis Selat Malaka.
Perencanaan Batam dibangun oleh Persiden RI ke I Soekarno pada setelah Era konfrontasi pemerintah RI (Republik Indonesia) yang pada awalnya sebagai basis militer.
Advertisement
"Pada Era konfrontasi Jenderal Soeharto diutus ke Batam," Kata Presiden RI ke-3, Burhanudin Jusuf (BJ) Habibie di Haris Hotel saat bertemu dengan Para pengusaha dan Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin) di Haris Hotel Batam, Jumat Malam (28/4/2017)
Habibie bercerita, saat itu, Soeharto pertama kali ke Batam untuk memantau Selat Singapura. "Batam kala itu masih berupa pulau kosong tak berpenghuni, hanya ada kancil, ular piton serta binatang lainnya," ungkapnya.
Singkat cerita, Habibie kemudian diutus Presiden Soeharto untuk menyusun langkah-langkah strategis dalam menata dan mengembangkan Batam. Habibie kala itu baru pulang dari Jerman.
"Saat dipanggil, saya tidak tahu Batam itu di mana," ujar Habibie
Habibie mengatakan, kala itu ada sekitar 6.000 orang masyarakat yang tinggal di wilayah pesisir yang kebanyakan dari mereka adalah nelayan. Batam kemudian menjadi wilayah industri yang diharapkan bisa berkontribusi pada perekonomian nasional.
Batam kemudian ditetapkan sebagai basis industrialisasi pada tahun 1971. Secara teknis Batam dikelola oleh sebuah lembaga khusus bernama Badan Pimpinan Pengembangan Industri Pulau Batam (BPPIPB) yang kemudian dikenal dengan sebutan Otorita Batam (OB).
Ekonomi Batam lesu
Sementara itu Akhmad Ma'ruf Maulana Ketua Kadin Provinsi Kepulauan Riau menilai kondisi Batam saat ini jauh berbeda. Kepada Habibie dia bercerita bahwa kondisi ekonomi Batam melesu, banyak investor hengkang dan perusahaan banyak yang tutup akibat tidak adanya kepastian hukum terkait dualisme kewenangan BP Batam dan Pemko Batam.
"Kami sangat lelah menunggu kepastian hukum yang tidak menentu," ujar Akhmad Ma'ruf
Ma'ruf menilai saat ini pengusaha mengalami kesulitan dalam berinvestasi di Batam karena sulitnya birokrasi dan iklim investasi yang tak menentu. Menurut Maruf saat ini pertumbuhan ekonomi jauh tertinggal dari rata-rata nasional.
"Sekarang hanya sekitar 4,1 persen," ujar Maruf.
Advertisement