Liputan6.com, Beijing - Seorang pebisnis Amerika Serikat yang dinyatakan bersalah karena memata-matai China, dipulangkan ke AS setelah dideportasi oleh Pemerintah Tiongkok.
Perempuan tersebut, Sandy Phan-Gillis, dijatuhi hukuman tiga setengah tahun penjara. Namun Sandy telah menghabiskan lebih dari dua tahun penahanan sebelum diadili.
Advertisement
Sandy yang merupakan keturunan China dan lahir di Vietnam, ditahan pada Maret 2015 ketika melakukan perjalanan ke China bersama dengan delegasi bisnis dari Texas.
Suaminya, Jeff Gillis, mengatakan bahwa Tiongkok menuduh istrinya telah mengunjungi Negeri Tirai Bambu itu dua kali dalam sebuah misi pada 1996 dan bekerja dengan FBI untuk menangkap dua mata-mata China di AS.
Jeff menyebut tuduhan tersebut "sangat tak masuk akal." Ia juga mengatakan bahwa paspor Sandy memperlihatkan bahwa istrinya tak berpergian ke China pada tahun 1996.
Kelompok Kerja PBB sebelumnya mengecam penanganan China akan kasus tersebut, dengan mengatakan bahwa Tiongkok tidak mengamati norma-norma internasional yang berkaitan dengan hak pengadilan yang adil dan bebas, serta keamanan.
Sandy dilaporkan ditempatkan di lokasi rahasia selama enam bulan dan kemudian ditahan di sel isolasi.
Jeff mengatakan, istrinya telah meninggalkan China pada 28 April lalu melalui Guangzhou dan tiba di Los Angeles pada hari yang sama.
"Sandy sangat senang bisa berkumpul kembali dengan keluarga dan teman-temannya, dan mengucapkan banyak terima kasih kepada banyak orang yang bekerja tanpa lelah untuk membebaskannya," ujar Jeff.
Kembalinya perempuan berusia 57 tahun itu menepis sumber ketegangan antara AS dengan Beijing. Hal itu juga dinilai sebagai sebuah tanda bahwa hubungan kedua negara telah menghangat.
Perundingan untuk menjamin pembebasan Sandy disebut semakin intensif saat Menteri Luar Negeri AS Rex Tillerson mengunjungi China pada Maret lalu.
Presiden Donald Trump juga berulang kali memuji Pemimpin China Xi Jinping sejak keduanya bertemu di Florida pada beberapa pekan lalu.
Pada 27 April 2017, Trump menyebut bahwa Xi merupakan "pria baik" yang telah berusaha sebaik mungkin untuk menekan Korea Utara atas program nuklir kontroversialnya.