Liputan6.com, Jakarta - Hong Kong masih menjadi surga bagi para Tenaga Kerja Indonesia (TKI) informal mencari penghidupan yang layak sebagai pembantu rumah tangga (PRT). Faktanya, Hong Kong, China menawarkan gaji yang jauh lebih tinggi dibanding Arab Saudi dan Malaysia bagi para PRT Indonesia.
Ketua Umum Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI), Hariyanto mengutip data Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan TKI (BNP2TKI), jumlah penempatan TKI di Hong Kong sebanyak 4.695 orang sepanjang Januari-Maret 2017. Sementara tahun lalu, posisinya tercatat 3.877 TKI.
"Profil TKI di Hong Kong 100 persen sebagai Penata Laksana Rumah Tangga (PLRT)," kata dia saat Konferensi Pers di kantor LBH Jakarta, Minggu (30/4/2017).
Baca Juga
Advertisement
Hariyanto menjelaskan, PLRT tersebut mendapatkan upah setiap bulan sebesar 4.300 dolar Hong Kong. Upah minimum tersebut mengalami kenaikan dibanding sebelumnya. Jika dikalikan dengan kurs rupiah 1.713 per dolar Hong Kong, maka 4.300 dolar Hong Kong yang diterima PRT Indonesia sebesar Rp 7,36 juta per bulan.
"Kalau di Hong Kong sudah tinggi ya dibandingkan upah PLRT di Arab Saudi yang sebesar 1.200-1.300 Riyal, atau di Malaysia yang cuma 900 Ringgit setiap bulan. Makanya ini yang jadi persoalan di Malaysia, gaji kecil, tidak cukup buat biaya hidup, akhirnya buruh kita kabur mencari kehidupan yang lebih baik," dia menerangkan.
Itu artinya, PRT Indonesia di Arab Saudi hanya menerima Rp 4,55 juta per bulan (kurs Rp 3.500 per Riyal). Sedangkan di Malaysia, per bulan mengantongi Rp 2,7 juta (kurs Rp 3.000 per Ringgit).
"Penempatan TKI paling banyak di Malaysia, Arab Saudi, dan Hong Kong. Itu versi datanya pemerintah," sambung Hariyanto.
Dirinya menilai, upah minimum tinggi yang berlaku di Hong Kong bagi buruh migran, termasuk Indonesia tidak terlepas dari regulasi yang sangat bagus di wilayah tersebut. Bahkan Hariyanto menyebut, buruh migran Indonesia berjuang bersama menyuarakan kenaikan upah di Hong Kong.
"Di Hong Kong, regulasi untuk perburuhan sangat bagus, ada kebebasan berserikat. Setiap minggu kawan-kawan di sana sering menggelar aksi ke beberapa tempat menyuarakan kenaikan upah, jadi ini berkat perjuangan mereka sendiri tanpa bantuan pemerintah Indonesia," ujar Hariyanto.