Liputan6.com, Melbourne - Sebagai anggota parlemen Muslim pertama di Australia, Ed Husic merasa orang-orang menjaga jarak. Tapi anggota dari Partai Buruh ini mengatakan ia tidak ingin dirinya hanya dinilai karena agamanya.
"Saya pikir setiap orang suka merasa memiliki banyak dimensi, bukan hanya hanya satu saja," kata Ed seperti dikutip dari Australia Plus, Rabu (3/4/2017).
Advertisement
Ed pernah menjelaskan dirinya bukan Muslim yang taat, tapi sejak itu ia mengoreksinya.
Agama menjaganya melakukan hal yang dianggap benar secara moral, tapi ia tidak masuk politik untuk mewakili hanya satu agama saja.
Ingin mewakili orang-orang dari semua agama di komunitasnya di Australia, dia mengaku melihat adanya sentimen anti-agama yang berkembang di beberapa forum.
"Jika Anda masuk ke jejaring sosial, ada pandangan bahwa politik dan agama tidak boleh bercampur aduk," katanya.
"Tapi ini malah mengabaikan kenyataan yang ada di komunitas kita.
Orang tua Ed berasal dari Bosnia, dan ketakutan terbesarnya dalam dunia politik adalah melihat Australia mengalami konflik yang sama dengan negara asal mereka di tahun 1990-an.
"Saya tidak ingin dilihat sebagai seseorang yang berkontribusi dalam memecah belah bangsa," katanya.
Saat partai One Nation menargetkan agama Islam dan terorisme menjadi perhatian nasional, ia mengatakan debat publik harus lebih seimbang.
"Sekarang ini, orang-orang yang akan didengar, adalah mereka yang berkoar-koar soal hal-hal terburuk," katanya.
Ed telah berteman dengan anggota kedua partai politik yang berseberangan. Ia pun bergaul dengan baik dengan politisi Liberal, seperti Josh Frydenberg.
Ia juga telah mencoba untuk mendorong anggota parlemen dari semua kalangan partai politik, untuk mengakhiri perdebatan, daripada memulai perkelahian.
Tapi ia khawatir, baik politik maupun media tidak berfungsi, malah memberi tempat bagi mereka yang mencoba memecah belah.
Ed Husic mengaku, karier politiknya bisa berkembang lebih cepat, jika dia tidak terlalu banyak mengutarakan apa yang ada di pikirannya.
Ia mengatakan datang ke dunia politik dengan siap untuk "melawan, menggigit, mengikis" saat menyelesaikan sesuatu. Seiring berjalannya waktu, ia mendapat pelajaran.
"Sangat mudah untuk membantah," katanya.
"Ini mungkin yang saya lambat pelajari dibandingkan yang lainnya, cara untuk mengeluarkan pendapat, memberikan kontribusi, dan menyatukan orang-orang."
"Ini adalah pekerjaan yang sedang dilakukan, tapi perlahan bisa melakukannya."
Sebaliknya, ia juga mengatakan ini adalah pelajaran untuk menghadapi beragam kepribadian yang ada di Parliament House selama bertugas.
"Ini adalah ajang dari ketidaksempurnaan," jelas dia.
"Anda memang perlu membuat segala sesuatunya berjalan, tapi tidak akan selalu sesuai dengan apa yang diharapkan orang."