5 Mitos yang Membayangi Kegagalan Manchester City

1. Cabutnya Sheikh Mansour

Aneh memang kalau mengharapkan pengusaha Timur Tengah ini cabut dari City dalam waktu dekat. Mengapa? Ini sangat sederhana.

Sejak 2013, City telah membalikkan kerugian yang sempat melumpuhkan klub dengan keputusan Financial Fair Play UEFA. Bahkan, mereka mencatatkan pendapatan meningkat setiap musimnya

Bahkan, hanya empat klub lain di seluruh dunia yang menghasilkan lebih banyak pendapatan dibanding Manchester City tahun lalu, yakni Real Madrid, Barcelona, Manchester United, dan Bayern Muenchen.

Entah itu bersumber dari jersey, penjualan tiket, hak televisi, sponsorship, atau penjualan pemain. City telah menjadi perusahaan mandiri dengan tingkat keuntungan yang diharapkan akan diumumkan musim ini. Sulit untuk melihat bagaimana City akan berjuang jika Mansour pergi.

2. Tidak Memiliki Pendukung

Berlawanan dengan kepercayaan populer, Manchester City sebenarnya memiliki fans yang mayoritas telah mendukung klub selama bertahun-tahun. Tidak banyak yang menyangkal bahwa kesuksesan membawa penggemar semakin banyak.

Sebagai contoh, di bawah Manuel Pellegrini pada tahun 2014, City memenangkan Liga Inggris di depan rata-rata 47.075 penggemar. Bila Anda membandingkan kesuksesan musim itu dengan musim pertama 2003/04, jelas berbeda. City berjuang untuk tak degradasi dan finis di urutan ke-16 di depan fans rata-rata 46.834.
Anda tidak perlu menjadi ilmuan untuk menyadari bahwa ada peningkatan sekitar 241 pendukung. Ketika City berada di League One pada tahun 1998/1999, mereka memiliki rata-rata kehadiran 32.547, rekor yang tetap tak tersentuh.

3. Kursi kosong di mana-mana

Sulit membayangkan memiliki waktu untuk mengambil foto sebuah stadion kosong di babak pertama. Tapi itulah yang diolok-olok fans lain kepada pendukung Manchester City.

Sebagian besar pendukung City akan setuju bahwa Stadion Etihad kadang-kadang merasa seperti kota hantu untuk pertandingan piala Liga. Namun setidaknya fans mereka tetap setia datang ke Stadion.

Tidak seperti fans Arsenal dan Manchester United yang penontonnya perlahan menurun dalam beberapa bulan dan tahun terakhir karena kegagalan timnya. So, siapakah yang glory hunter?

4. Manchester City tidak memiliki sejarah

Sejarah mungkin merupakan argumen yang paling sering digunakan oleh penggemar lawan karena berusaha untuk mengesampingkan kesuksesan atau usaha City.
Sayangnya, mayoritas pendukung sepak bola cenderung percaya bahwa olahraga di Inggris tidak ada sampai tahun 1992 ketika Liga Inggris dilahirkan.

Kemenangan City di Piala FA pada tahun 1904 adalah empat tahun sebelum Manchester United pernah mengklaim medali perak, 26 tahun sebelum Arsenal sangat beruntung, dan sangat mengejutkan, 51 tahun di sebelum Chelsea menggila. Hal ini membuktikan kalau City bukan tim 'kemarin sore'.

Percaya atau tidak, tapi sejarah tidak bisa didefinisikan oleh kesuksesan. Ini adalah rangkaian kejadian masa lalu yang terkait dengan sebuah klub. City memiliki kehadiran tertinggi dalam sepak bola domestik Inggris pada tahun 1934, yakni lebih dari 84.000 orang berkumpul di Maine Road untuk menonton City menghadapi Stoke.

5. Pemain Inggris akan merusak karier di Manchester City

Setiap musim, City sering mencoba beberapa pemain Inggris berbakat. Namun entah, ada saja anggapan kalau The Citizens perusak bakat Inggris.

Sejak 2009, Manchester City telah memiliki sembilan pemain timnas Inggris yang mewakili klub. Selain Raheem Sterling, Joe Hart, Joleon Lescott, Gareth Barry, Adam Johnson, dan Micah Richards telah memenangkan sebagian besar trofi di Inggris.

Beberapa nama memang dianggap tak cemerlang. John Stones baru bergabung dengan klub musim ini dan tak dapat disangkal berpotensi meraih sukses di City bersama Pep Guardiola.

Namun, cedera Jack Rodwell yang mencegah perkembangannya di City tak bisa disalahkan. Kemudian Scott Sinclair yang dianggap gagal. Itu karena memang kurangnya mentalitas dari si pemain yang tak bisa bersaing dengan pemain lain. (I. Eka Setiawan)