Liputan6.com, Jakarta - Pembahasan Rancangan Undang-Undang Pemilu di DPR memunculkan wacana baru. Di mana Komisi Pemilihan Umum (KPU) di tingkat Kota dan Kabupaten, akan ditinjau ulang untuk dijadikan lembaga ad hoc atau tidak permanen.
Terkait itu, KPU Pusat meminta keputusan untuk dipertimbangkan. Sebab rencana itu bisa saja dapat mengganggu program yang sudah berjalan. Seperti salah satunya mengenai pembaruan data pemilih.
Advertisement
"Iya, kecuali undang-undang juga akan mengubah beberapa hal. Di dalam UU itu, KPU kan disebutkan bersifat nasional, tetap, dan mandiri. Dia tetap (KPU Provinsi dan Kabupaten) bukan ad hoc. Sifatnya nasional, berarti seluruh Indonesia," ucap Ketua KPU Pusat, Arief Budiman di Jakarta, Selasa 2 Mei 2017.
Menurut dia, beban pekerjaan yang selama ini dibebankan KPU daerah bisa datang tiba-tiba. Bahkan tugas tersebut selalu ada sepanjang tahun.
"Apa itu? misalnya mekanisme PAW, kalau ada pergantian anggota dewan ini di dalam undang-undang dikatakan kita mesti melaksanakan prosesnya, administrasi, verifikasi. Nah, kalau tidak ada KPUD-nya bagaimana?" jelas Arief.
Sebelumnya, Wakil Ketua Panitia Khusus (Pansus) Rancangan Undang-undang (RUU) Pemilu Benny K Harman mengatakan, keberadaan Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) di provinsi dan kota atau kabupaten hanya akan bekerja menjelang tahun pemilu.
Ia menyatakan, wacana untuk menjadikan struktur KPU dan Bawaslu di daerah bersifat ad hoc memang menguat di rapat Pansus. Sebab, anggaran yang dikeluarkan negara untuk membiayai gaji Komisioner KPU dan Bawaslu daerah cukup besar.