Liputan6.com, Jakarta Sebuah studi terbaru yang dilakukan Seaver Autism Center for Research and Treatment di Mount Sinai menemukan bahwa anak yang lahir dari ayah berumur kurang dari 25 tahun atau di atas 51 tahun berisiko tinggi menderita autisme dan kelainan sosial lainnya.
Seperti dilansir Independent, Rabu (3/5/2017), para peneliti menganalisis 15.000 anak kembar di Inggris berusia empat sampai 16.
Advertisement
"Hasil studi menunjukkan, anak-anak yang lahir dari ayah yang sangat muda atau lebih tua mungkin menghadapi kesulitan bersosialiasi, meskipun hasil diagnosis tak menunjukkan mereka menyandang autisme," kata anggota penelitian, Magdalena Janecka, PhD dari Mount Sinai.
Kendati demikian, studi tidak menemukan hubungan antara ibu dan kelainan sosial anak. "Kemampuan anak bersosialisasi hanya dipengaruhi usia ayah."
Untuk mengetahui hubungan antara anak autis dan usia ayah, para periset mencari perbedaan dalam pola perkembangan keterampilan sosial, serta perilaku lainnya termasuk perilaku dan masalah dengan teman sebaya, hiperaktif dan emosionalitas anak.
Mereka juga menyelidiki apakah efek usia ayah terhadap perkembangan ini disebabkan oleh faktor genetik atau lingkungan.
Namun, setelah melakukan analisis genetika, para peneliti menemukan bahwa pengembangan keterampilan sosial terutama dipengaruhi oleh faktor genetik dan bukan faktor lingkungan, dan efek genetik tersebut menjadi lebih penting seiring bertambahnya usia sang ayah.
"Beberapa aspek penting adalah usia ayah pada saat pembuahan dapat mempengaruhi keturunan," kata Janecka.
Dr Janecka percaya, perbedaan perkembangan dalam penelitian ini mungkin tergantung pada perubahan kematangan otak anak.
"Mengidentifikasi struktur saraf yang dipengaruhi oleh usia ayah pada saat pembuahan, memungkinkan kita lebih memahami risiko autisme dan skizofrenia," katanya.