Liputan6.com, Jakarta Ketersediaan jamban masih menjadi salah satu program kesehatan pemerintah Timor Tengah Selatan, Nusa Tenggara Timur. Data pemerintah TTS menunjukkan, dari 278 desa, baru 65 desa yang rumah-rumah penduduknya sudah tersedia jamban.
Penggalakan ketersediaan jamban pada 153 desa lainnya masih dilakukan. Menyoal jamban, ada beberapa faktor utama yang menyebabkan masyarakat Timor Tengah Selatan masih enggan memakai jamban.
Advertisement
”Yang paling utama itu soal pola hidup dan budaya. Kebiasaan sehari-hari buang air besar sembarangan. Untuk mengubah perilaku itu yang paling sulit,” kata Bupati Timor Tengah Selatan, Paul Mella, saat berbincang dengan Health-Liputan6.com di Puskesmas Siso, Desa Biloto, Kabupaten Timor Tengah Selatan, Nusa Tenggara Timur pada Rabu (3/5/2017).
Cara mengubah perilaku tersebut dengan sosialisasi menggunakan gambar feses. Gambar feses itu disandingkan dengan makanan.
”Kami menunjukkan feses yang banyak dihinggapi lalat. Lalu lalat itu hinggap pada makanan. Dari situlah, kesan kotor akibat feses akan sampai ke makanan,” jelas Bupati Paul Mella.
Adanya sosialisasi tersebut ternyata mampu menimbulkan kesadaran pada masyarakat. Mereka menjadi ingin punya jamban.
Penyebab lainnya adalah sulitnya mengakses air bersih. Pada umumnya, masyarakat berpikir, bagaimana bisa menggunakan jamban sementara air bersih belum ada di rumah mereka.
Baca Juga