Liputan6.com, Jakarta Sebetulnya tidak ada yang istimewa dari diri saya. Seorang perempuan biasa, ibu rumah tangga. Tapi ternyata Tuhan berkenan memakai saya yang biasa-biasa ini untuk menjadi perpanjangan tangan-Nya, membantu jiwa-jiwa (arwah) menuju alam keabadian.
Meski belum begitu siap dan sedikit terpaksa, saya mulai menjalankan tugas mulia ini setelah teman saya mendesak untuk berkomunikasi dengan arwah ibu mertua. Ternyata, setelah satu tahun meninggal, ia belum sampai pada Tuhan alias masih terjebak di alam antara. Istilah ini sering dipakai untuk menyebut alam yang didiami arwah setelah meninggal sembari menunggu menuju Tuhan.
Advertisement
Baru beberapa bulan lalu kejadiannya, Februari 2017. Meski penakut, saya nekad memberanikan diri berkomunikasi dengan arwah ibu mertua secara batin. Saya masih ingat dengan jelas peristiwa itu. Di suatu siang setelah selesai berdoa, sekitar pukul 12.00, ibu mertua datang kepada saya dengan wajah marah dan kecewa.
Saya tidak berani menyapanya karena wajah marahnya cukup menyeramkan. Saya hanya diam. Menanti apa yang akan diucapkan beliau. Agak deg-degan juga. Sejenak ibu mertua masih menatap saya dengan kemarahan, lalu pergi. Mungkin tahu kalau saya belum siap menghadapinya.
Keesokan hari, saya mohon izin kepada Tuhan untuk bisa berkomunikasi batin dengan ibu mertua saya sekali lagi. Saya ingin tahu apa yang menyebabkan beliau marah dan kecewa. Apakah saya melakukan kesalahan semasa beliau hidup, atau karena alasan apa?
Setelah muncul, hati saya agak lega dan ringan. Wajahnya yang tampak marah sudah tidak ada lagi. Beliau tidak semarah kemarin. Perlahan tapi jelas, ibu mertua minta agar saya menyampaikan pesan dan bicara pada anak-anaknya. Dia bilang agar anak-anaknya memelihara tanah kebun yang ada di bukit. Masih ada rezeki dari tanah itu, kata beliau.
Ibu mertua kebetulan lahir dan tumbuh di Kulon Progo, Perbukitan Menoreh, Yogyakarta. Semasa hidup, beliau bekerja sebagai petani dan berdagang ke pasar desa menjual hasil kebunnya. Setelah mendengar pesan pertama, saya masih diam. Ibu juga terlihat diam, seperti masih ada yang ingin disampaikan.
“Untuk doa satu tahun meninggalku, tidak harus dengan Perayaan Ekaristi. Aku hanya ingin didoakan rosario dan menyanyi lagu Ndherek Dewi Maria,”katanya.
Ibu mertua dan keluarganya beragama Katolik. Beliau taat dalam menjalankan ibadah agama. Mereka tinggal di Kompleks Peziarahan Gua Maria yang cukup terkenal bernama Sendangsono. Doa Rosario merupakan doa yang khusus dibaktikan untuk Ibu Maria, Ibu Yesus. Dan pasti membahagiakan jika arwahnya juga didoakan dengan Perayaan Ekaristi (ibadah mengenang Sengsara dan Kematian Yesus).
Saat itu memang keluarga kesulitan mencari pastor untuk memimpin ekaristi. Ibu mertua rupanya paham kondisi ini. Jadi beliau tidak ingin membebani atau membuat kami merasa bersalah karena tidak dapat mengadakan perayaan ekaristi.
Semasa hidup, ibu mertua memang senang berdoa rosario. Mungkin ini jadi kerinduan jiwanya untuk berdoa rosario bersama-sama.
Ketika pesan ibu saya sampaikan kepada suami, ternyata memang benar. Kebun di belakang rumah, yang ditinggali kakak sudah dua minggu tidak disambangi karena sibuknya kakak dengan pekerjaannya.
Setelah suami memberitahu kakak, keesokan harinya, kakak ipar segera menyempatkan menengok kebun. Dan ternyata memang banyak durian yang sudah matang dan jatuh. Beberapa buah kondisinya sudah agak busuk karena sudah jatuh dari pohon beberapa hari. Sebenarnya sudah tidak layak jual, namun masih ada bagian yang bisa dimakan. Sebagian besar yang lain masih layak jual. Mungkin ini yang membuat ibu marah. Karena rezeki yang sebenarnya tidak jauh dari rumah justru diabaikan.
Tibalah saatnya mendoakan ibu dengan Misa memperingati satu tahun meninggalnya beliau. Sesuai pesan, kami bersama-sama jemaat yang hadir menyanyikan lagu "Ndherek Dewi Maria" permintaannya disusul dengan doa rosario. Selesai rosario, terasa sekali suasana batin yang sangat tenang, nyaman, damai, dan menentramkan.
Ya, itu suasana saat arwah ibu mertua sudah berangkat menuju alam keabadian dengan wajah bahagia. Selamat jalan Ibu, doa kami selalu menyertaimu.
Elisabeth Kusumodewi, dikenal dengan nama Mbak Dewi Tarot. Seorang pembaca tarot atau peramal tarot, sejak tahun 2011 dan tinggal di Yogyakarta