Liputan6.com, Washington, DC - Presiden Palestina Mahmoud Abbas mengatakan bahwa pertemuannya dengan Presiden Donald Trump berjalan positif, tapi berlangsung terlalu singkat.
Pemimpin Palestina itu juga menjelaskan bahwa pertemuan itu tidak banyak membahas secara spesifik mengenai langkah negosiasi perdamaian Israel-Palestina.
Advertisement
Namun, Abbas menaruh harapan besar pada perkembangan setelah pertemuan dan percaya bahwa Presiden Trump memiliki peran penting sebagai mediator.
"Apa yang dibutuhkan adalah untuk menyatukan dua pihak dan memfasilitasi keduanya," ujar Mahmoud Abbas, seperti yang dikutip Associated Press, Rabu (3/5/2017) waktu setempat, sesudah jamuan di Gedung Putih.
Konflik antara Palestina dengan Israel disebabkan oleh perebutan Tepi Barat Jalur Gaza dan timur Yerusalem.
Pada Perang Enam Hari 1967, Israel merebut dua wilayah itu. Kini Palestina berusaha untuk merebutnya kembali.
Bagaimana pun, tidak ada negosiasi serius antara kedua negara sejak tahun 1967. Bahkan, hubungan keduanya melonggar pada 2009 sejak Benjamin Netanyahu terpilih menjadi Perdana Menteri Israel.
Meskipun tidak membahas hal secara spesifik, Mahmoud Abbas percaya bahwa pertemuan dengan pemilik Trump Organization itu dapat membuahkan perdamaian bagi Israel-Palestina.
"Kami menaruh harapan. Sejauh ini kami tidak membicarakan tentang mekanisme cara, tapi kontak antara Palestina dengan Amerika akan berlanjut," kata Mahmoud Abbas.
Selain itu, sang pemimpin Palestina menyatakan siap bertemu dengan PM Netanyahu. Namun, Abbas menilai bahwa sang perdana menteri tak menginginkannya.
"Kami berencana untuk bertemu di Moskow. Namun, ia tidak muncul," jelas presiden ke-2 Palestina itu, merujuk rencana pertemuan dengan Netanyahu yang digagas Rusia pada awal 2017.
Meski Abbas menilai pertemuan dengan Trump bersifat positif, hal itu menuai sikap skeptis dari warga Palestina. Sejumlah warga mulai meragukan langkah diplomasi Abbas yang tak membuahkan hasil.