Freeport Tak Jadi Bawa Pemerintah ke Arbitrase

PT Freeport Indonesia mengurungkan niat membawa permasalah dengan pemerintah ke arbitrase.

oleh Pebrianto Eko Wicaksono diperbarui 05 Mei 2017, 09:45 WIB
Kehadiran Lukas Enembe di areal tambang diklaim menerbitkan harapan karyawan terkait perpanjangan kontrak karya oleh pemerintah Indonesia.

Liputan6.com, Jakarta PT Freeport Indonesia mengurungkan niat membawa permasalahan dengan pemerintah ke pengadilan arbitrase.  CEO Freeport McMoRan Richard C. Adkerson, mengatakan, negosiasi terkait perubahan Status KK menjadi IUPK, antara PT Freeport Indonesia dengan Pemerintah Indonesia mengalami kemajuan, perusahaan tambang asal Amerika Serikat tersebut akan mengurungkan niat menuntut pemerintah ke pengadilan arbitrase‎.

‎"Kami tidak pernah ingin pergi ke arbitrase, dan selama kami menuju kemajuan, saling diterima resolusi, tidak akan ada arbitrase‎," kata Adkerson, di Jakarta, Jumat (5/5/2017).

Adkerson pun menyambut baik langkah yang ditetapkan pemerintah untuk menyelesaikan permasalahan perubahan KK menjadi IUPK dengan segala ketentuannya, melalui negosiasi jangka panjang sampai 10 Oktober mendatang.

‎"Kami di Freeport sangat sangat senang, bahwa kami telah mulai proses ini, untuk membahas masalah, kita semua akan menjadikan ini sebagai iktikad baik dan dengan rasa optimisme untuk mencapainya," ucap Adkerson.

Sekretaris Jenderal Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) Teguh Pamudji mengatakan, Pemerintah Indonesia melalui Kementerian ESDM dan Freeport telah melakukan pertemuan dengan Freeport Indonesia, serta pihak terkait dengan proses perubahan status KK menjadi IUPK. Dalam pertemuan tersebut membahas dimulainya kembali negosiasi jangka panjang.

"Ini kick off meeting mendapat pengarahan langsung Pak Menteri (ESDM Ignasius Jonan) sebagai bekal perundingan,"‎ kata Teguh.

‎Untuk diketahui, perubahan status Kontrak Karya (KK) menjadi IUPK merupakan syarat bagi perusahaan berstatus KK untuk mendapatkan izin ekspor, hal ini tercantum dalam Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2017 tentang tata cara pelaksanaan pertambangan mineral dan batubara, serta turunannya Peraturan Menteri ESDM Nomor 5 Tahun 2017.

Sebelumnya, Freeport menyatakan akan menempuh proses arbitrase, jika dalam negosiasi yang berlangsung selama 120 hari setelah rekomendasi izin ekspor mineral olah (konsentrat) pada Jumat (17/2/2017) menemui jalan buntu.

‎Saat memberikan keterangan pada Kamis (20/2/2017). Adkerson mengatakan, meski pemerintah telah menerbitkan reko‎mendasi izin ekspor konsentrat, tetapi Freeport tidak menerimanya, karena masih ingin bernegosiasi dalam perubahan status yang dijadikan syarat Pemerintah, agar Freeport bisa mengekspor konsentrat.

"Posisi kami tidak dapat menerima izin dari Ppmerintah dengan melepas status dari Kontrak Karya," tutur Adkerson.

Adkerson mengungkapkan, Freeport telah melayangkan surat ke Kementerian ESDM yang berisi perbedaan hal saat berstatus KK dengan IUPK. ‎Dalam KK, diatur jika setelah 120 hari tidak ada kata sepakat antara Pemerintah Indonesia dengan Freeport maka, arbitrase akan ditempuh.

"Kami mengeluarkan surat kepada Menteri ESDM yang mana surat itu menunjukkan perbedaan KK dengan IPK. Di situ ada waktu 120 hari dimana pemerintah dan Freeport bisa menyelesaikan perbedaan-perbedaan. Jika tidak dapat menyelesaikan perbedaan, dengan begitu Freport bisa melaksanakan haknya menyelesaikan perbedaan tersebut memulai proses untuk melakukan arbitrase," tutup Adkerson.

 

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya