Liputan6.com, Bandung Penyesuaian tarif listrik akan kembali terjadi pada 1 Juni 2017 dengan mengacu pada Permen ESDM Nomor 18 Tahun 2017. Kepala Satuan Komunikasi Korporat PLN I Made Suprateka menyatakan penyesuaian ini belum pasti membuat tarif dasar listrik naik.
Made menyebutkan ada tiga komponen yang menjadi pertimbangan besaran penyesuaian tarif, yakni inflasi, harga minyak mentah Indonesia (ICP), dan nilai tukar rupiah terhadap dolar.
Terkait inflasi, kata Made, meski Juni diprediksi terjadi inflasi mengingat masa Lebaran tiba, ia meyakini nilainya tidak akan signifikan.
“Insya Allah akan terukur karena ada kontrol ke pasar-pasar. Kementerian lain yang terkait juga sudah bergerak. Nah, moga-moga lonjakan kebutuhan pokok tidak terjadi,” kata Made di sela Media Gathering PLTA Lamajan di Pengalengan, Kabupaten Bandung Barat, Jumat, 5 Mei 2017.
Baca Juga
Advertisement
Made juga menyebut nilai tukar rupiah terhadap dolar saat ini relatif stabil. Yang dikhawatirkan, terletak pada harga minyak mentah Indonesia.
“Harga ICP trennya naik. Kalau signifikan kenaikannya, itu bisa berpengaruh ke kita (tarif dasar listrik). Tapi, kalau pemerintah bisa kontrol dengan baik, insyaallah indikasi kenaikan tidak ada,” tutur dia.
Meski begitu, ia menegaskan penentuan tarif dasar listrik diputuskan pemerintah dan bukan PLN. Ia juga mengingatkan penyesuaian tarif diperlukan untuk menopang kemajuan industri di dalam negeri yang diwujudkan dengan pembangunan infrastruktur listrik yang memadai.
“Jadi, tanggal 1 Juni ada penyesuaian tarif tapi belum tentu naik. Kalau turun gimana?” ujar Made.
Sebelumnya, penyesuaian tarif dasar listrik terakhir terjadi pada 1 Januari 2017 dengan besaran 6 sen per kwh. Made menerangkan kenaikan harga tarif listrik yang terjadi pada 1 Mei 2017 bukan terkait penyesuaian tarif, melainkan penerapan fase ketiga subsidi tepat sasaran.
“Jadi, sisa pelanggan 900 VA yang terkena penghapusan subsidi. 33 persen yang belum naik harus naik. Nanti, tagihan di bulan Juninya sama dengan tagihan pelanggan yang tidak menerima subsidi,” kata Made.
Sementara, sambung dia, pemerintah masih menyubsidi pelanggan golongan 450 VA dan sekitar 4,1 juta pengusaha UMKM golongan 900 VA. Dengan subsidi tepat sasaran, 18 juta pelanggan dicabut subsidinya.
“Dengan begitu, kita bisa hemat Rp 22 -25 triliun setahun. Itu karena konsep APBN kita defisit. Subsidi yang bisa dihemat nantinya untuk pembangunan elektifikasi di Indonesia. Masih ada 2.500 desa, 16 juta pelanggan yang belum nikmati listrik,” ucap Made.