Liputan6.com, Jakarta - DPR telah mengesahkan penggunaan hak angket KPK dalam rapat paripurna. Namun, dasar DPR memutuskan menggunakan Hak Angket dinilai lemah.
"Secara syarat formal dan materiil proses ini tidak dilakukan. Bagaimana lembaga negara melakukan upaya-upaya melawan formal tapi dasar angketnya lemah?" ujar Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Donald Faridz di Jakarta, Sabtu (6/5/2017).
Advertisement
Dia menilai, Hak Angket KPK ini hanya akal-akalan DPR. Bahkan, Hak Angket bisa menganggu penyelidikan KPK terhadap kasus korupsi e-KTP.
Sementara itu, pengamat hukum Abdul Fickar Hadjar mengatakan, selain menggunakan hak angket ada tiga cara yang bisa dilakukan DPR untuk memeriksa dugaan pelanggaran etik KPK dalam mengusut kasus e-KTP.
"Ada tiga cara. Melalui komite etik, kalau dianggap melanggar. Kalau ada unsur tindak pidananya, bisa dipidanakan. Kemudian bisa menggunakan mekanisme tegur di dalam pemanggilan," ujar Abdul.
Hak angket ini berawal dari keberatan sejumlah Anggota Komisi III DPR yang namanya disebut oleh Penyidik KPK Novel Baswedan, saat menjadi saksi di persidangan kasus e-KTP, 30 Maret 2017.
Kemudian dalam rapat dengar pendapat dengan KPK, Komisi III DPR meminta KPK membuka rekaman pemeriksaan BAP Miryam.