Liputan6.com, Paris - Jelang 48 jam sebelum putaran kedua Pemilihan Presiden Prancis 2017 dimulai, kubu kandidat presiden Emmanuel Macron melaporkan telah menjadi 'korban peretasan dokumen penting kampanye secara besar-besaran dan terkoordinasi'. Mereka menilai peretasan itu merupakan tindakan untuk menghambat laju sang kandidat pada pemilihan putaran kedua.
Peretasan itu terjadi pada Jumat, 5 April 2017 malam waktu setempat, dua hari sebelum Pilpres Prancis 2017 putaran kedua dimulai pada Minggu, 7 April 2017. Pada putaran kedua, Macron akan berhadapan dengan kandidat presiden Marine Le Pen.
Advertisement
Sekitar 14,5 gigabit atau setara 70.000 fail data berupa surat elektronik (e-mail) serta dokumen bisnis dan pribadi disebarluaskan melalui situs internet Pastebin, seperti yang diwartakan CNN, Sabtu, (6/5/2017).
Juru bicara tim kampanye menjelaskan bahwa upaya peretasan itu hampir serupa seperti yang dialami oleh Hillary Clinton pada Pilpres Amerika Serikat 2016. Muncul spekulasi bahwa pihak Rusia merupakan dalang di balik peretasan Clinton dan Macron.
"Pembocoran data terjadi beberapa jam sebelum masa kampanye berakhir. Operasi ini jelas ditujukan untuk menyoreng demokrasi, seperti yang terjadi di AS tahun lalu," ujar juru bicara En Marche!, organisasi pengusung kandidat presiden Macron.
"Pelaku peretasan mencampur fail palsu dengan yang asli, untuk menciptakan kebingungan dan penyesatan informasi," tambahnya.
Sebaliknya, kantor berita pemerintah Rusia, Sputnik, melalui hasil analisis WikiLeaks, menjelaskan bahwa seluruh data kubu Macron yang dibocorkan merupakan fail asli.
Meski begitu, kedua klaim, baik dari kubu Macron dan Sputnik, masih diperdebatkan kebenarannya.
Mencuat dugaan bahwa Rusia turut melakukan campur tangan pada Pilpres Prancis 2017. Tindakan itu diprediksi dilakukan dengan sengaja untuk memenangi kandidat presiden Marine Le Pen pada pemilihan putaran kedua.
Sementara itu, pihak Moskow membantah keterlibatan pada peretasan dokumen penting kubu Macron. Kremlin menjelaskan bahwa tuduhan itu --sama seperti tuduhan pada Pilpres AS 2016-- merupakan 'berita palsu'.
"Ini (peretasan Macron) sama seperti tuduhan yang telah lalu, tanpa fakta dan isapan jempol belaka," ujar Dmitry Peskov, juru bicara Kremlin.