Liputan6.com, Taipei - Sejarah menunjukkan bahwa Korea Utara dilaporkan tidak banyak menjalin relasi bilateral -- baik ekonomi maupun politik-- dengan sejumlah negara di Asia atau bahkan di benua lain seperti Eropa dan Amerika.
Hal ini disebabkan PBB dan beberapa negara menetapkan sejumlah larangan untuk menjalin relasi dengan negara di utara Semenanjung Korea itu. Salah satu penyebabnya adalah isu pengembangan program persenjataan nuklir Korea Utara yang melanggar sejumlah regulasi internasional.
Sebagai gantinya, negara yang dipimpin Kim Jong-un itu cenderung aktif menjalin hubungan dengan China. Hubungan itu dinilai historis dan telah berlangsung sejak 1961.
Baca Juga
Advertisement
Meski begitu, sejak 2013, sejumlah laporan menyebut bahwa keduanya mulai mengalami kerenggangan hubungan karena Beijing tidak menyetujui program senjata nuklir Pyongyang.
Beberapa bisnis dan hubungan ekonomi Korea Utara dengan China pun mengendur. Dilaporkan sekitar 20 bisnis restoran dan perbankan Pyongyang di China tutup.
Selain itu, pada April 2017, China nampak memutuskan impor batu bara dari Korea Utara. Padahal, batu bara merupakan komoditas impor utama Pyongyang untuk menyumbang kas negara.
Kini, Kim Jong-un nampak mencari hubungan bilateral alternatif.
"Mereka (Korea Utara) kini berusaha mengembangkan jaringan bisnisnya di luar China, seperti di Asia Tengah dan Asia Tenggara," ujar Steve Chung Lok-wai, pakar Korea Utara dan asisten dosen di Chinese University of Hong Kong, seperti yang dikutip South China Morning Post.
Menurut Asia Times, Rabu (3/5/2017), Korea Utara membuka sebuah kantor dagang di Luzhou, Taipei, Taiwan.
Kantor itu bernama Korea International Chamber of Commerce (KICC). Menurut website KICC, organisasi itu dibentuk oleh North Korea Supreme People's Assembly di bawah direksi Kim Jong-il, ayah Kim Jong-un.
Kamar dagang itu dipimpin oleh Kerri Man Lin Zhou sebagai presiden dan kepala direksi. Menurut dokumen yang tertera pada website KICC, kantor dagang itu bergerak di bidang perdagangan.
Selain itu, Kerri Zhou juga memiliki tugas sebagai 'fasilitator antara DPRK (Democratic People's Republic of North Korea, sebutan Korea Utara) dengan dunia luar untuk kegiatan 'internasional yang penting'. Website KICC juga tidak menjelaskan secara detail tentang fungsi lain yang dilakukan selain perdagangan dan 'fasilitator' antar negara.
Firma dagang itu memiliki relasi anak-induk perusahaan dengan Korea International Business Organizations Ltd., di Hong Kong. Selain itu, KICC juga memiliki cabang di Singapura.
Sejumlah reporter dari Asia Times sempat menyambangi kantor KICC di Taipei, Taiwan, pada 20 Februari 2017, untuk mengetahui status kantor tersebut.
Berdasarkan hasil penelusuran, KICC berbagi kantor dengan Long-Luck Engineering Enterprises Corp, sebuah firma manufaktur pompa hidraulis. Menurut sebuah dokumen, Long-Luck memiliki hubungan bisnis di China, Denmark, Hong Kong, India, Indonesia, Italia, Jepang, Malaysia, Taiwan, Thailand, dan Amerika Serikat.
Dua staf yang bekerja di KICC menolak menjawab pertanyaan reporter Asia Times terkait relasi KICC dengan Pyongyang, induk perusahaan di Hong Kong, relasi dengan Long-Luck Engineering Enterprises Corp, serta cabang perusahaan di Singapura.
"Saya tidak mengetahui bahwa orang Korea Utara punya kantor di sini," ujar William Stanton, mantan kepala American Institute in Taiwan (lembaga perwakilan non-diplomasi Amerika Serikat di Taiwan) pada tahun 2009 hingga 2012.
Stanton, yang kini bekerja sebagai konsultan di Taiwan juga menjelaskan bahwa Korea Selatan juga tidak tahu-menahu tentang kamar dagang tersebut.
"Saya yakin Washington juga luput tentang kantor itu. Saya berpikir itu akan jadi sebuah isu," tambah Stanton seperti yang dikutip Asia Times.
Saat dihubungi oleh reporter Asia Times, atase Kementerian Luar Negeri Taiwan juga tidak mengetahui tentang kantor itu. Dia juga tidak memberikan komentar lebih jauh tentang kantor misterius tersebut.