Liputan6.com, Pekanbaru - Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna H Laoly meminta Kepala Kepolisian Daerah (Kapolda) Riau Irjen Zulkarnain Adinegara mengusut dugaan pemerasan atau pungutan liar (pungli) di Rumah Tahanan Negara (Rutan) Sialang Bungkuk, Kecamatan Tenayan Raya, Kota Pekanbaru.
Menurut dia, pemerasan atau pungli terhadap tahanan merupakan perbuatan tidak bertanggung jawab. Dia ingin bawahannya yang melakukan itu diproses secara pidana sebagai pelajaran.
Advertisement
"Sudah diminta Kapolda untuk mengusut (pungli) ini. Pidana petugas yang mengambil uang, tidak ada toleransi untuk pemerasan. Mudah-mudahan terbukti, biar tahu rasa," kata Yasonna di depan Rutan Sialang Bungkuk, Minggu (7/5/2017) siang.
Dia mengaku telah lama mendengar kabar pemerasan dan pungli di rutan. Hal itu didengarnya langsung ketika berdialog dengan ratusan tahanan di rutan. Satu per satu tahanan mengeluarkan keluhannya selama menjadi penghuni rutan.
Selama di rutan, tahanan sengaja diletakkan atau ditumpuk-tumpuk pada satu kamar. Hal ini menjadi jalan bagi petugas untuk menarik pungli. Bagi tahanan yang ingin pindah ke kamar yang lebih lapang, mereka akan memungut biaya. Pungutannya beragam, mulai dari Rp 1 juta.
"Orang sengaja ditumpuk biar sengaja diminta uang. Pindah blok ke blok lainnya membayar, ini pemerasan," tegas Yasonna.
Keinginan Menteri Yasonna agar polisi mengusut tindak pidana pemerasan dan pungli disambut baik Kapolda Riau Irjen Zulkarnain Adinegara. Kapolda lalu membentuk tim khusus untuk mengusut dugaan tersebut.
"Saya akan laksanakan, saya apresiasi. Pengusutan akan dilakukan Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Riau," sebut Zulkarnain.
Sebelumnya, praktik pungli ini diungkapkan sejumlah keluarga tahanan. Salah satunya diungkapkan oleh Yusti di Rutan Pekanbaru pada Sabtu 6 Mei 2017.
"Kami sudah muak! Tapi tidak bisa mengadu karena anak saya ditahan. Tapi sekarang semua harus dibuka. Apalagi sudah ada kerusuhan seperti ini," kata Yusti.
Ia mengungkapkan anaknya menjadi tahanan tapi tidak ikut dalam kerusuhan. Yusti mengaku terpaksa membayar agar anaknya pindah kamar tahanan ke lantai satu karena kamar sebelumnya penuh sesak. Menurut dia, motif pungli melibatkan tamping atau sesama tahanan yang dipercaya pihak rutan.
"Saya membayar Rp 7 juta supaya anak saya pindah ke kamar tahanan korupsi di lantai satu. Tapi tidak langsung ke pegawai rutan. Mereka gunakan tamping untuk mengumpulkan uang," ungkap Yusti.
Dia mengatakan, kehidupan dalam rutan sangat memprihatinkan, antara lain karena jumlah penghuni yang melebihi kapasitas. Semua kegiatan tahanan mulai dari besuk sampai untuk menerima kiriman baju dari keluarga, juga harus membayar pungli. Pungli tidak hanya uang, melainkan juga rokok.
"Anak saya setiap dibesuk, untuk melewati satu pintu yang dikunci harus menyetor satu bungkus rokok. Kalau mau menambah waktu besuk juga membayar Rp 20 ribu sampai Rp 30 ribu supaya diberi tambahan 15 menit. Penanda bayar adalah dengan bunyi bel," ucap Yusti.