5 Bukti Ilmiah Perubahan Iklim Makin Nyata Mengancam Bumi

Sejumlah perwakilan PBB akan membahas secara mendalam tentang penyelamatan iklim mengingat ancaman yang dirasa semakin nyata.

oleh Citra Dewi diperbarui 08 Mei 2017, 19:20 WIB
Ilustrasi perubahan iklim (AFP)

Liputan6.com, Bonn - Pertama kali sejak Donald Trump berkantor di Gedung Putih, sejumlah perwakilan PBB bertemu di Bonn, Jerman, pada pekan ini untuk memperbincangkan secara mendalam tentang peraturan penyelamatan iklim dalam Kesepakatan Paris.

Tapi hal tersebut berisiko teralihkan oleh ketidakpastian yang meningkat di Washington, di mana Amerika Serikat merupakan pencemar karbon nomor dua di dunia.

"Ini seharusnya menjadi pertemuan yang sangat teknis untuk menyempurnakan detail Kesepakatan Paris. Namun, saat ini spekulasi terkait Washington sedang berada di puncak pikiran kita," ujar Menteri Lingkungan dan Energi Maladewa, Thoriq Ibrahim.

Pada Desember 2015, Kesepakatan Paris menghasilkan kesimpulan yang disebut COP21 , setelah terjadi tawar menawar selama satu tahun.

Dorongan diplomatik yang dipimpin Barack Obama, Presiden China Xi Jinping, serta 195 negara dan blok Uni Eropa menyepakati pembatasan pemanasan suhu global dengan rata-rata hingga dua derajat Celcius di atas tingkat saat Revolusi Industri dan 1,5 derajat Celcius jika memungkinkan.

Sementara itu pada November 2016, Australia secara resmi menandatangani kesepakatan global terkait iklim menyusul risiko pemanasan global semakin nyata. Dikutip dari News.com.au, Senin (8/5/2017), berikut sejumlah buktinya:


Suhu Bumi Meningkat

1. Peningkatan Suhu

Pada 2016, suhu rata-rata permukaan Bumi mencapai rekor tertinggi selama tiga tahun berturut-turut sejak pencatatan dimulai pada 1880. Suhu rata-rata global 1,1 derajat Celcius di atas sebelum era industri dimulai. Menurut World Meteorological Organisation (WMO), angka tersebut juga 0,06 derajat Celcius lebih tinggi dibanding suhu rata-rata pada 2015.

Sebanyak 16 dari 17 rekor suhu terpanas telah terjadi pada Abad ke-21. Es di Arktik menyusut menjadi 4,14 juta kilometer persegi pada 2016 -- kedua terendah setelah 2012 dengan luas es hanya 3,39 juta kilometer.

Menurut perkiraan, Samudra Arktik akan bebas dari es di musim panas pada awal 2030. Di bagian Arktik Rusia, suhunya 6 hingga 7 derajat Celcius lebih tinggi dari rata-rata.

Di Antartika, es lautnya mencapai tingkat terendah yang pernah tercatat oleh satelit pada saat musim panas. Gletser berketinggian menjulang, mencair hingga ketinggiannya mencapai permukaan pada 2015.

2. Konsentrasi Karbon Dioksida

Konsentrasi tiga gas paling potensi penyebab gas rumah kaca, yakni karbon dioksida (CO2), metana (CH4), dan nitrous oxide (N2O), mencapai tingkat tertingginya pada 2016. Untuk pertama kali dalam sejarah, jumlah CO2 di atmosfer mencapai rata-rata 400 ppm pada 2015.

Banyak ilmuwan iklim menyetujui bahwa konsentrasi gas rumah kaca di atmosfer harus dibatasi pada 450 ppm CO2. Angka tersebut merupakan batas yang disetujui dalam Kesepakatan Paris.

Emisi gas rumah kaca yang dihasilkan bahan bakar fosil diperkirakan akan tetap stabil sejak 2016 hingga tiga berturut-turut, bahkan saat ekonomi global tumbuh. Tapi agar target Kesepakatan Paris sebesar 2 derajat Celcius bisa terpenuhi, konsentrasi harus turun.

Sementara itu, para ilmuwan memperingatkan adanya peningkatan gas metana, yang memiliki efek pemanasan jauh lebih kuat dibanding CO2 di atmosfer.


Kenaikan Permukaan Air Laut dan Peristiwa Ekstrem

3. Kenaikan Permukaan Air Laut

Kenaikan permukaan laut disebabkan karena es meleleh dan air hangat kian meluas. Tingkat permukaan air di dunia 70 milimeter lebih tinggi pada 2015 dibanding rekor sebelumnya yang tercatat pada 1993.

Angka tersebut menunjukkan bahwa permukaan air naik 30 persen lebih cepat dalam hanya dalam 10 tahun dibanding dekade sebelumnya.

Kecepatan peningkatan permukaan air laut itu diperkirakan akan jauh lebih cepat karena lapisan es dan gletser melepaskan massa, mengancam rumah dan mata pencaharian puluhan juta orang di daerah dataran rendah di seluruh dunia.

National Oceanic and Atmospheric Administration pada Januari mengatakan, permukaan laut di seluruh dunia akan lebih tinggi 0,3 hingga 2,5 meter pada 2100. Menurut sebuah studi, melelehnya es di Antartika akan berkontribusi pada peningkatan permukaan air laut hingga satu meter.

4. Peristiwa Ekstrem

Menurut WMO, mungkin untuk mendemonstrasikan dengan jelas hubungan antara perubahan iklim akibat ulah manusia dan banyak kejadian ekstrem akibat gelombang panas.

Berdasarkan pernyataan sejumlah peneliti, kejadian ekstrem terkait perubahan iklim seperti kekeringan, kebakaran hutan, banjir, dan badai, telah berlipat ganda sejak 1990.

Misalnya saja angin topan yang menerjang China, Taiwan, Jepang, dan Semenanjung Korea meningkat 12 hingga 15 persen sejak 1980. Menurut World Bank, bencana alam membuat 26 juta orang jatuh ke dalam kemiskinan dan menyebabkan kerugian tahunan sekitar US$ 520 juta.

5. Ancaman Bagi Spesies

Sebanyak 8688 spesies hewan dan tumbuhan termasuk dalam daftar 'terancam' di Red List International Union for the Conservation of Nature’s (IUCN). Hanya 19 persennya yang terpengaruh secara negatif oleh perubahan iklim.

Sementara itu Great Barrier Reef Australia dua kali berturut-turut mengalami pemutihan atau bleaching akibat pemanasan. Ilmuwan memperingatkan bahwa bagian-bagian terumbu karang kemungkinan tak akan bisa pulih.

Simak juga video berikut ini:

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya