Liputan6.com, Jakarta Harga bawang putih di pasar tradisional melonjak Rp 10 ribu dari Rp 45 ribu menjadi Rp 55 ribu per kilogram (kg) sejak hampir seminggu lalu. Pedagang menduga mahalnya harga bawang putih karena pasokan impor dari China berkurang.
"Sekarang ini harga bawang putih Rp 55 ribu per kg non cutting. Sedangkan 5 hari lalu dijual Rp 45 ribu per kg," kata Pedagang Sayur Mayur, Ahmad Lapapi (40) saat berbincang dengan Liputan6.com, Jakarta, Senin (8/5/2017).
Pedagang lainnya, Ade (33) mengaku, harga bawang putih menjelang puasa biasanya bergerak stabil. Namun tahun ini berbeda. "Biasanya mah harga bawang putih standar walaupun mau puasa, tapi cuma tahun ini saja nih yang naik," jelas dia.
Baca Juga
Advertisement
Sementara itu, Nick Jamaludin (56) menuturkan harga bawang putih bukan cutting dijual sebesar Rp 55 ribu dari sebelumnya Rp 35 ribu per Kg.
"Itu karena ada bandar yang menimbun atau mungkin juga pasokan impor bawang putih dari China dan Korea berkurang. Jadi harga impornya mahal, termasuk ke pedagang eceren," jelasnya.
Kepala Sub Bidang Sayuran Daun Direktorat Hortikultura Kementerian Pertanian, Gabriella Susilowati pernah mengatakan, Indonesia pernah berjaya dengan realisasi produksi bawang putih yang sangat besar. Jumlahnya dapat mencukupi 80 persen kebutuhan nasional hingga periode 1998.
"Sampai dengan 1998, kita bisa memenuhi hampir 80 persen kebutuhan bawang putih nasional. Kita dulu jaya sekali untuk hasil pertanian bawang putih. Tapi sekarang kita impor bawang putih sudah 97 persen," ucap Susilowati.
Dari catatan Kementerian Pertanian, Indonesia rutin mengimpor bawang putih dengan nilai Rp 3 triliun dan volume 80 ribu ton setiap tahun dari negara lain.
Negara China merupakan pemasok bawang putih terbesar ke Indonesia. Untuk diketahui, impor sayuran termasuk bawang putih pada 2015 mencapai US$ 468,62 juta dengan volume 642,55 juta ton.
Tingginya impor bawang putih ini bukan tanpa sebab. Impor komoditas tersebut mulai marak ketika Indonesia bergabung di Organisasi Perdagangan Dunia (World Trade Organization/WTO). Saat itu, bawang putih asal negara lain termasuk China menyerbu pasar Indonesia dan mematikan usaha bawang putih petani lokal karena harganya jatuh.
"Akibat kita menandatangani WTO, harga bawang putih lokal anjlok karena mulai diserbu bawang putih impor dari negara lain yang bentuknya besar-besar. Bawang putih kita kan kecil. Kadang tuh kita suka tidak berpikir panjang tanpa persiapan di lapangan. Akhirnya susah nih membangkitkan lagi tanaman bawang putih," jelasnya.
Susilowati menceritakan, kondisi pertanian bawang putih di Indonesia semakin miris karena para petani sudah enggan menanam bawang putih. Padahal Kementerian Pertanian sudah mengalokasikan anggaran miliar rupiah untuk pengembangan 1.000 hektare (ha) tanaman bawang putih di Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) tahun lalu.
"Saya khawatir tidak akan tercapai target penanaman 1.000 ha bawang putih tahun ini karena memang petani tidak mau, agak takut menanam bawang putih. Jadi kita kekurangan lokasi untuk penanaman bawang putih. Uang Rp 30 juta per ha sepertinya balik ke negara," tegas Susilowati.
Kekhawatiran petani juga karena masalah pupuk dan benih. Sayang, pupuk untuk penanaman dan pengembangan tanaman bawang putih belum terdaftar di Kementerian Pertanian sehingga kesulitan apabila dibeli menggunakan uang negara atau APBN. Pupuk itu hanya dapat dibeli oleh petani dengan uang sendiri.
"Kita kan membantu tidak penuh, tidak ada jaminan. Sebenarnya kita punya pupuk yang bisa membesarkan umbi bawang putih, tapi masalahnya pupuk belum didaftarkan ke Kementerian Pertanian. Dibeli pakai APBN tidak bisa nanti bermasalah, harus pakai uang petani sendiri," papar dia.
Selain itu, sambung Susilowati, persoalan yang menghambat pencapaian target 1.000 ha pengembangan bawang putih karena benih. Menurutnya, benih bawang putih pun belum bersertifikat. "Seharusnya kan kita siapkan benih, lalu kawasan. Tapi benih berkurang," ucap dia.
Dengan tidak tercapai target 1.000 ha, diakuinya, sulit bagi pemerintah Indonesia dapat mengurangi impor bawang putih tahun ini. Dia menghitung, apabila target terealisasi, maka volume produksi bawang putih lokal di 2016 sebanyak 10 ribu ton atau 10 persen dari total kebutuhan nasional.
"Sebenarnya kalau berhasil 10 ribu ton, sudah hebat kita bisa mengurangi 10 persen impor. Tapi ini mungkin cuma terealisasi 500 ha. Walaupun di China sekarang produksi bawang putih turun karena iklim, makanya harga jual saat ini agak mahal dari biasanya murah cuma Rp 8 ribu-Rp 10 ribu per kilogram (kg)," tukas Susilowati.