Liputan6.com, Juba - Lebih dari satu juta anak-anak telah melarikan diri dari Sudan Selatan akibat meningkatnya konflik, demikian menurut PBB.
Sementara itu anak-anak dengan jumlah serupa, terlantar di negara tersebut.
Advertisement
Dikutip dari BBC, Senin (8/5/2017), pejabat badan pengungsi PBB, Valentin Tapsoba, menyebut, krisis pengungsi Sudan Selatan sebagai yang paling mengkhawatirkan di dunia.
Negara paling muda di dunia itu terkoyak oleh perang saudara sejak 2013. Hal itu bermula akibat pecahnya ketegangan politik, yakni saat Presiden Salva Kiir memecat wakilnya Riek Machar karena dituduh merencanakan kudeta.
Saat perang pecah, negara tersebut baru dua setengah tahun merdeka dari Sudan. Akibat konflik, rakyatnya harus bergulat dengan krisis pangan yang mengerikan. Bahkan, di antara mereka yang terpaksa makan tanaman liar.
Dilansir Huffington Post, krisis tersebut meningkat secara drastis pada musim panas 2016. Hal itu memicu warga melarikan diri ke negara-negara tetangga seperti Uganda, dengan jumlah hingga 3.000 jiwa per hari.
Satu juta pengungsi Sudan Selatan melarikan diri dari negara tersebut pada September 2016. Kurang dari delapan bulan kemudian, jumlah tersebut meningkat dua kali lipat, di mana jumlah anak-anak menyumbang 62 persen dari semua pengungsi Sudan Selatan.
"Pengungsi anak-anak yang menjadi wajah menentukan dari keadaan darurat sangat menyedihkan," kata Tapsoba.
Konflik tersebut terus berlanjut menimbulkan korban, ketakutan, dan tekanan. Tak sampai di sana, hampir tiga perempat anak-anak di Sudah Selatan terpaksa tak bersekolah -- proporsi tertinggi di dunia.