Liputan6.com, Jakarta - Majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Utara memvonis Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok terbukti sah dan meyakinkan melakukan penodaan agama. Ahok dijatuhi hukuman pidana 2 tahun penjara.
Dalam pertimbangannya, hakim menilai terdakwa kasus dugaan penistaan agama dianggap bertanggung jawab dan dinyatakan bersalah sehingga dijatuhkan pidana.
Advertisement
"Untuk menjatuhkan pidana, ada hal yang memberatkan dan meringankan. Yang memberatkan, terdakwa tidak merasa bersalah, perbuatan terdakwa telah menimbulkan keresahan pada umat Islam, perbuatan terdakwa dapat berpotensi memecah hubungan antargolongan," ujar salah anggota majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Utara di Gedung Kementerian Pertanian, Jakarta, Selasa (9/5/2017).
"Yang meringankan, terdakwa belum pernah dihukum, bersikap sopan, dan kooperatif selama persidangan berlangsung," imbuh hakim.
Sebelumnya, Jaksa Penuntut Umum (JPU) menuntut hukuman 1 tahun penjara dengan masa percobaan 2 tahun terhadap terdakwa Ahok. Ahok dinyatakan jaksa telah terbukti bersalah dan terjerat pidana pasal alternatif 156 tentang penodaan agama.
"Dengan ini kami meminta majelis hakim menjatuhkan hukuman pidana kepada Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok, yaitu 1 tahun penjara dengan masa percobaan 2 tahun," ujar jaksa penuntut umum, Ali Mukartono, dalam sidang pembacaan tuntutan di Gedung Kementan, Jakarta, Kamis 20 April 2017.
Pada sidang dakwaan, Ahok didakwa Pasal 156a KUHP dengan ancaman maksimal 5 tahun penjara. Sedangkan, dakwaan alternatif mencatut Pasal 156 KUHP dengan ancaman maksimal 4 tahun penjara.
Dakwaan terhadap Ahok ini bermula dari adanya laporan tindak penistaan agama yang dilakukan Ahok dalam pernyataannya di tempat pelelangan ikan di Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu, pada Selasa, 27 September 2016.
"Kan bisa saja dalam hati kecil Bapak Ibu, enggak pilih saya karena dibohongi (orang) pakai Surat Al Maidah 51 macam-macam itu. Itu hak Bapak Ibu. Kalau Bapak Ibu merasa enggak bisa pilih karena takut masuk neraka, dibodohin, begitu, oh enggak apa-apa, karena ini panggilan pribadi Bapak Ibu," kata JPU Ali Mukartono meniru perkataan Ahok di Kepulauan Seribu kala itu.