Liputan6.com, Bandung - Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (KUKM) akan meluncurkan aplikasi early warning system dalam menganalisis kondisi UMKM. Rencananya, aplikasi tersebut akan diluncurkan Agustus tahun ini guna meningkatkan daya saing usahawan mikro tersebut.
Demikian diungkapkan Asisten Deputi Pemetaan Kondisi dan Peluang Usaha Deputi Bidang Restrukturisasi Usaha Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah, Wardoyo, pada Bimbingan Teknis dan Sosialisasi Restrukturisasi Usaha Koperasi dan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (KUMKM) di Bandung, baru-baru ini.
"Aplikasi ini dirancang untuk menganalisis kinerja UMKM. Apakah mereka sudah berdaya saing atau tidak, serta di mana letak persoalan utama usaha mereka," kata Wardoyo.
Baca Juga
Advertisement
Menurut dia, aplikasi tersebut juga akan dilengkapi standar operasional dan prosedur (SOP) untuk membantu UMKM menyelesaikan persoalan yang mereka hadapi. UMKM terkait juga akan mendapatkan fasilitas pendampingan, sesuai hasil analisis kinerja.
Ia menargetkan, hingga akhir tahun sedikitnya 450 UMKM di 10 provinsi sudah menggunakan aplikasi tersebut. Pemilihan UMKM akan dilakukan melalui Dinas Koperasi dan Usaha Mikro Kecil Menengah masing-masing provinsi. Salah satu provinsi sasaran adalah Jabar.
"Targetnya, pelaku UMKM bisa mengobati 'penyakitnya' sendiri dan melakukan restrukturisasi usaha, dengan pendampingan dari tenaga ahli tentunya," ujar Wardoyo.
Dengan demikian, lanjut dia, UMKM terkait bisa meningkatkan daya saing di tengah semakin sengitnya persaingan global. Apalagi, pada 2020 Indonesia akan memasuki era pasar bebas Asia Pasifik.
"Pasar bebas menjadi tantangan sekaligus peluang. Untuk memenangkan persaingan, pelaku UMKM mau tidak mau harus selalu melakukan restrukturisasi usaha," katanya.
Ia menambahkan, restrukturisasi usaha jangan hanya dilakukan saat usaha di posisi terbawah atau menjelang kolaps. Restrukturisasi harus dilakukan UMKM mulai dari penataan sistem, strategi, dan manajemen bisnis.
"Dengan semakin sehatnya UMKM, diharapkan mereka semakin mampu bersaing di tataran global dan pada akhirnya bisa mendongkrak kontribusi ekspor," katanya.
Saat ini, kontribusi ekspor UMKM dinilai Wardoyo masih kecil, baru Rp 182,1 triliun atau 15,68 persen dari total ekspor nasional. Padahal jumlah UMKM di Indonesia sangat besar, mencapai 99,9 persen total pelaku usaha nasional.
"Pelaku UMKM nasional memiliki potensi besar untuk kekuatan ekonomi. Namun secara internal mereka masih menghadapi banyak masalah, mulai dari sumber daya manusia, bahan baku, pembiayaan, hingga tingginya biaya produksi. Inilah yang mendorong kementerian akan menghadirkan aplikasi early warning system yang bisa diakses siapa saja dan dimana saja," ujarnya
Ketua Umum Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) Jabar yang juga Direktur Utama J&C Cookies, Jodi Janitra, mengatakan, sejatinya persoalan utama UMKM saat ini bukanlah permodalan, tapi pengetahuan. Salah satunya adalah untuk menghasilkan produk secara efektif dan efisien.
"Yang mereka perlukan adalah edukasi agar usahanya berjalan dengan baik dan berkelanjutan," ujar Jodi.
(Msu/Why)