Liputan6.com, Jakarta - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) bergerak menguat pada awal perdagangan Selasa pekan ini. Namun sesaat setelah keputusan pengadilan yang menjatuhkan hukuman kepada Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok penjara dua tahun, rupiah tertekan.
Berdasarkan Kurs Referensi Jakarta Interbank Spot Dolar Rate (Jisdor) Bank Indonesia (BI), Selasa (9/5/2017), rupiah dipatok di angka 13.317 per dolar AS, menguat jika dibandingkan patokan perdagangan sebelumnya yang ada di angka 13.324 per dolar AS.
Sedangkan berdasarkan data Bloomberg, rupiah dibuka di angka 13.319 per dolar AS, melemah jika dibandingkan dengan penutupan perdagangan sebelumnya yang ada di angka 13.295 per dolar AS.
Pada pukul 11.00 WIB, rupiah terus tertekan hingga menyentuh angka 13.342 per dolar AS. Namun kemudian kembali menguat di kisaran 13.330 per dolar AS.
Baca Juga
Advertisement
Pengamat pasar uang Farial Anwar menjelaskan, Dolar AS memang tertekan di Asia dalam dua hari terakhir. Maka tak heran jika rupiah terus menguat. Pelemahan dolar AS ini terjadi setelah keluarnya hasil pemilihan presiden Prancis.
Kandidat independen Emmanuel Macron memenangkan putaran kedua pemilihan presiden Prancis. Macron jauh mengalahkan capres dari partai sayap kanan, Marine Le Pen, dengan perolehan suara 65,6 persen melawan 34,5 persen.
Macron akan menjadi presiden termuda pertama di Prancis di usianya yang baru 39 tahun. Ia juga juga menjadi orang pertama Negeri Mode dari "luar" dua partai tradisional semenjak 1958.
Selain itu, rupiah juga terus menguat karena adanya aliran dana asing ke Indonesia. Aliran dana asing tersebut masuk ke pasar modal dan juga obligasi. terlihat, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) bergerak positif dari awal pekan kemarin.
"Investor melihat bahwa prospek ekonomi Indonesia cukup cerah ke depannya, oleh karena itu mereka masuk," jelas dia kepada Liputan6.com.
Namun memang, sesaat setelah keputusan sidang Ahok, beberapa pihak mengambil kesempatan sehingga rupiah sedikit tertekan. Oleh karena itu, Farial melihat bahwa tekanan kepada rupiah tersebut sifatnya bukan fundamental dan akan berakhir dengan segera.