Pemerintah Pertanyakan Dasar Resolusi UE terhadap Produk CPO

Pemanfaatan lahan untuk sektor perkebunan seperti untuk sawit juga berdampak ke ekonomi nasional.

oleh Septian Deny diperbarui 09 Mei 2017, 13:43 WIB
Ilustrasi Kelapa Sawit (iStockphoto)

Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah Indonesia mempertanyakan kampanye hitam dan pengetatan penggunaan produk sawit yang diterapkan oleh Uni Eropa melalui resolusi parlemennya.

Padahal, sawit mampu menghasilkan minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO) yang merupakan salah satu jenis minyak nabati dan menjadi bahan campuran untuk biodiesel.

Deputi Bidang Koordinasi Pangan dan Pertanian Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Musdalifah Mahmud menyatakan, dia heran jika produk CPO mendapat banyak kampanye negatif di Uni Eropa.

Padahal, negara-negara di dunia tengah gencar-gencarnya mendorong penggunaan energi baru dan terbarukan, yang salah satunya bisa didapat dari CPO melalui biodiesel.

"Ini menyediakan sumber energi dalam negeri. Sawit juga menyediakan sumber energi kok diprotes. Mana yang lebih baik untuk lingkungan, tanaman sawit atau pengeboran minyak? Itu tidak masuk akal kalau menolak biodiesel dari kelapa sawit sementara BBM tidak ditolak. Jadi ini memang betul, ini (persoalan) dagang saja," ujar dia dalam diskusi "Membedah Kepentingan Tersembunyi di Balik Resolusi Sawit Eropa" di Jakarta, Selasa (9/5/2017).

Selain itu, ujar dia, pemanfaatan lahan sektor perkebunan seperti untuk sawit sebenarnya akan berdampak pada perekonomian nasional. Terlebih di tengah upaya pemerintah mencapai pertumbuhan ekonomi sebesar 6 persen di 2018.

‎"Kami punya target peningkatan ekonomi setiap tahun. Bagaimana kalau kami bergeraknya hanya di 1/3 dari total lahan. Mau menanam, mau ketahanan pangan, bagaimana kita mau ketahanan pangan kalau lahan hanya boleh digunakan 30 juta ha. Bagaimana mau melakukan investasi untuk untuk pariwisata, listrik dan lain-lain, bagaimana bisa sejahtera lebih baik kalau sangat terbatas," kata dia.

Selain itu, ujar Musdalifah, perkebunan sawit yang ada di Indonesia juga berkontribusi terhadap penyediaan oksigen yang bersih bagi dunia. Namun sayangnya, hal tersebut tidak mau diakui oleh negara-negara Uni Eropa.

"Mereka tidak mengakui kalau kita berkontribusi oksigen. Bagaimana sawit berkontribusi menyumbangkan banyak oksigen. Karena prinsipnya tanaman itu sudah tua, jadi harus diganti daripada ambruk sendiri. Jadi diganti tanaman yang punya nilai ekonomis. Yang paling cocok di negara Indonesia itu perkebunan. Kalau 40 persen masyarakat dipaksa bekerja di lahan yang sempit, ‎apa yang harus kita lakukan," ujar dia.

 

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya