Liputan6.com, Jakarta - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dan kurs rupiah terperosok pasca vonis dua tahun penjara dari Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Utara untuk Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok, Selasa 9 Mei 2017 lalu. Putusan hukum tersebut sontak menimbulkan pro dan kontra dari berbagai kalangan, termasuk organisasi dunia.
Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia, Hendri Saparini berpendapat, isu kasus hukum Ahok akan berpengaruh kepada situasi politik dan ekonomi yang memerlukan solusi dari pemerintah. Penjelasan dan langkah yang diambil pemerintah harus lebih mengarah ke stabilitas sosial ekonomi Indonesia.
"Kalau seperti sekarang ini, di mana saya lihat pemerintah tidak melakukan apapun, bahkan seolah justru membiarkan pasar untuk menerjemahkan sendiri, jangan heran kalau isu domestik ini akhirnya membesar jadi isu global dan kemudian memberikan dampak negatif ke ekonomi kita," kata dia saat dihubungi Liputan6.com, Jakarta, Jumat (12/5/2017).
Baca Juga
Advertisement
Pemerintah, diminta Hendri memberikan penjelasan secara politik ekonomi kepada investor maupun pelaku pasar keputusan pengadilan terhadap Ahok adalah keputusan hukum independen yang adil.
"Pemerintah harus memberi penjelasan tentang kasus ini secara politik ekonomi supaya pasar tidak resah. Kalau pemerintah tegas, konfiden dengan keputusannya dan bisa menjaga optimisme pasar, maka masalah akan selesai di sini," dia menjelaskan.
Sementara itu, Peneliti dari The Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Eko Listiyanto menilai, IHSG dan rupiah mengalami koreksi beberapa hari ini lebih karena efek sementara akibat aksi ambil untung pasar seiring kurang membaiknya data pertumbuhan ekonomi di kuartal I-2017 Amerika Serikat (AS), dan ketegangan hubungan AS-Korea Utara.
"Kalau untuk investasi secara umum, faktor itu (kasus hukum Ahok) tidak akan berpengaruh secara signifikan baik berupa portofolio maupun investasi langsung (FDI)," tegas dia.
Eko menilai, Indonesia masih menarik bagi para penanam modal dengan beberapa indikator kinerja makro negara ini yang cukup kuat. Di antaranya, pertumbuhan ekonomi nasional sekitar 5 persen, kurs mata uang Garuda di kisaran Rp 13.300 per dolar AS, dan cadangan devisa US$ 123,25 miliar, serta kelas menengah yang terus tumbuh.
"Sebenarnya investor justru akan kehilangan kesempatan meraih keuntungan di Indonesia apabila terlalu takut dan mengkhawatirkan aspek politik. Padahal secara umum pemilihan kepala daerah berjalan baik," papar Eko.
Tugas pemerintah saat ini, Ia menambahkan, meyakinkan investor terhadap prospek positif perekonomian Indonesia dengan fokus pada upaya mencapai target pertumbuhan ekonomi 5,1 persen dan menjaga kredibilitas Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
"Terpilihnya pemimpin DKI sebenarnya jadi momentum meredanya ketidakpastian investor. Ini harus jadi modal untuk menumbuhkan minat investasi. Kita perlu menjaga proses hukum (naik banding) dan jalannya persidangan ke depan supaya tetap berjalan lancar," Eko menambahkan.
Ekonom Senior Bank Mandiri, Andry Asmoro pun ikut angkat bicara dampak vonis dua tahun penjara Ahok oleh Majelis Hakim terhadap iklim investasi di Indonesia. Dirinya percaya iklim investasi di Tanah Air masih cukup baik. Hal ini bisa dilihat dari beberapa faktor yang menunjang iklim investasi.
"Faktornya pertumbuhan ekonomi Indonesia yang akan meningkat, pembangunan infrastruktur lebih baik, pembangunan konektivitas, dan iklim sosial politik yang masih terbilang aman tanpa kerusuhan," tandas dia yang dihubungi terpisah.
Sebelumnya ada penutupan perdagangan saham, Selasa 9 Mei 2017, IHSG melemah 10,80 poin atau 0,19 persen ke level 5.697,05. Indeks saham LQ45 tergelincir 0,23 persen ke level 946,83. Seluruh indeks saham acuan kompak melemah.