Resistensi Antibiotik, Manusia Terancam Punah pada 2050?

Resistensi manusia terhadap antibiotik tidak melulu karena mengonsumsi obat, melainkan juga residu dari mengonsumsi makanan yang sudah terpa

oleh Switzy Sabandar diperbarui 12 Mei 2017, 12:30 WIB
Batuk, Haruskah Minum Antibiotik?

Liputan6.com, Yogyakarta Penggunaan antibiotik yang tidak bertanggung jawab memperbesar kemungkinan resistensi obat-obatan itu terhadap suatu penyakit. Jika dibiarkan, pakar kesehatan dunia memprediksi pada 2050 tidak ada penyakit yang bisa disembuhkan dengan antibiotik.

"Artinya, manusia pasrah menunggu kematiannya karena penyakitnya tidak bisa diobati," ujar Widyastuti Wibisana, Strategies for Containment of Antimicrobial Resistance WHO Indonesia di Yogyakarta, beberapa waktu lalu. 

Tidak semua penyakit harus disembuhkan dengan antibiotik, terlebih jika tidak disertai demam.

Ia mengungkapkan resistensi atau kekebalan manusia terhadap antibiotik tidak melulu karena mengonsumsi obat, melainkan juga residu dari mengonsumsi makanan yang sudah terpapar antibiotik, seperti daging ayam, sapi, kambing, dan ikan. Dosis antibiotik yang diberikan kepada hewan pun jauh lebih tinggi ketimbang yang diberikan kepada manusia.

Widyastuti menuturkan, selama ini orang kerap salah memperlakukan antibiotik. Misal, ketika anak batuk pilek, orangtua memberikan sisa obat antibiotik yang sebelumnya sudah pernah digunakan. Akhirnya, sakit sang anak tidak kunjung sembuh.

Seharusnya, kata dia, antibiotik diminum rutin dan sampai habis sesuai dengan resep dokter. Selain itu, tidak semua penyakit harus disembuhkan dengan antibiotik, terlebih jika tidak disertai demam.

"Di dunia medis saat ini juga sudah menghindari pemberian puyer, karena di dalam puyer terkandung banyak obat, termasuk antibiotik, yang sulit diketahui apakah pasien sudah pernah menggunakan obat itu atau belum," ucap Widyastuti. 

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya