Liputan6.com, Rejang Lebong Desa Sumber Urip, Kabupaten Rejang Lebong, Bengkulu dijadikan kawasan percontohan Kabupaten Layak Anak (KLA) yang dicanangkan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA). Sumber Urip merupakan desa tempat bermukim kedua orangtua Yuyun, korban kekerasan seksual berujung kematian pada awal 2016 lalu.
Sebanyak 302 kabupaten/kota se Indonesia telah menginisiasi program ini. Khusus Bengkulu, telah dilakukan penandatanganan nota kesepahaman atau Memorandum of Understanding (MoU) antara gubernur Bengkulu dengan seluruh bupati dan walikota se Provinsi Bengkulu sebagai langkah awal menuju Indonesia Layak Anak (IDOLA) menuju gerakan "World Fit For Children" atau dunia yang layak bagi anak.
Baca Juga
Advertisement
Deputi bidang perlindungan anak Kementrian PPPA, Pribudiarta Nur Sitepu mengatakan, pemenuhan hak dan perlindungan anak diamanatkan dalam konvensi hak anak melalui Keppres Nomor 36 tahun 1990.
Rejang Lebong dipilih sebagai kabupaten percontohan karena banyak kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak terjadi di wilayah ini dengan kondisi yang mengkhawatirkan. Yang terakhir dan menghebohkan masyarakat adalah kasus kekerasan seksual dan pembunuhan terhadap Yuyun.
"Komitmen yang dibangun tidak berhenti hanya penandatanganan diatas kertas saja, namun diikuti segera dengan langkah konkrit yaitu difungsikan dan diaktifkan Gugus Tugas Kabupaten Layak Anak ini," ujar Pribudiarta di Rejang Lebong, Jumat (12/5/2017).
Dia mengatakan pihaknya berharap kepada pemerintah daerah segera mengaktifkan Kelompok Perlindungan Anak Terpadu Berbasis Masyarakat atau PATBM di tingkat desa dan kelurahan untuk mengatasi permasalahan anak, seperti kekerasan, diskriminasi, dan eksploitasi oleh masyarakat sendiri dimulai dari tingkat paling bawah secara berjenjang. Sehingga kejadian seperti yang menimpa Yuyun tak terulang lagi di masa mendatang.
Hak-Hak Anak
Mengembangkan KLA di setiap kabupaten/kota, harus mengacu pada 24 indikator pemenuhan hak dan perlindungan anak yang secara garis besar tercermin dalam 5 klaster hak anak.
Hak-hak itu mencakup Hak Sipil dan Kebebasan, Lingkungan Keluarga dan Pengasuhan Alternatif, Kesehatan Dasar dan Kesejahteraan, Pendidikan, Pemanfaatan Waktu Luang dan Kegiatan Budaya, serta Perlindungan Khusus bagi 15 kategori anak.
Oleh karena itu, pemerintah harus memastikan semua anak yang memerlukan perlindungan khusus mendapatkan layanan mulai dari layanan pengaduan, kesehatan, rehabilitasi sosial, bantuan hukum sampai pada layanan reintegrasi.
Untuk mencegah kekerasan terhadap anak, pemerintah dalam hal ini Kemen PPPA telah menerbitkan Strategi Nasional Pencegahan Kekerasan terhadap Anak 2016-2020, meliputi Legislasi dan penerapan kebijakan, menghilangkan norma sosial yang membiarkan kekerasan pada anak, pengasuhan dengan relasi kasih sayang, peningkatan keterampilan anak, peningkatan kualitas layanan serta sistem data dan bukti.
Upaya pencegahan kekerasan terhadap anak tidak cukup dengan diterbitkannya berbagai Undang-Undang yang melindungi anak, tetapi yang terpenting bagaimana masyarakat memperkuat perannya dalam perlindungan anak.
PATBM perlu dibuat dalam sebuah gerakan yang masif dan harus dilakukan secara terus menerus, yang dimulai dari tingkat RT hingga kabupaten kota. Saat ini PATBM telah dirintis di 34 Provinsi, 68 Kabupaten/Kota, dan 136 Desa dan Kelurahan.
Advertisement