Kegigihan Pelajar Pengidap Kanker Tulang dari Palembang

Kanker tulang nyaris membuat kaki kanan pelajar Palembang diamputasi. Tapi dia tetap gigih mengejar mimpi.

oleh Nefri Inge diperbarui 13 Mei 2017, 09:02 WIB
Aegis Adiphari Danyaksa saat mengikuti UN di awal Mei 2017 (Liputan6.com / Nefri Inge)

Liputan6.com, Palembang - Ujian Nasional (UN) tingkat Sekolah Menengah Pertama (SMP) awal Mei 2017 lalu sudah usai. Namun, cerita Aegis Adiphari Danyaksa (14), pengidap kanker tulang, masih terus tersisa. 

Pelajar kelas IX SMP Negeri 9 Palembang, Sumatera Selatan itu pun menjadi salah satu peserta UN. Namun tak seperti pelajar lainnya, Aegis harus menjalani UN dengan keterbatasan. Dengan tubuh yang berbaring, Aegis harus jeli melihat satu per satu soal ujian.

Beberapa bagian tubuhnya yang digerogoti kanker tulang, membuat siswa berprestasi ini sulit untuk menggerakkan badan. Bahkan untuk duduk sekalipun, sangat sulit dilakukan.

Beruntungnya, penyakit yang nyaris membuat kaki kanannya diamputasi ini berhasil digagalkan. Namun, Aegis harus merelakan sebagian tulang paha hingga ke telapak kaki untuk diangkat.

Dengan berat hati, akhirnya kaki kanannya harus dipasang besi sebagai penyangga. Dokter pun terpaksa menyuntik kaki kiri agar menghentikan pertumbuhannya.

Dalam kondisi terpuruk, pengidap kanker langka ini tetap memimpikan menjadi seorang pilot. Sebuah cita-cita tinggi diucapkannya dengan pancaran matanya yang berbinar-binar.

"Maunya jadi pilot nanti, jadi belajar yang rajin dulu sekarang. Walau saya tidak suka dengan pelajaran Matematika," ujarnya ramah saat ditemui Liputan6.com

Sebagai pelajar yang aktif di sekolah, pergaulan Aegis pun sangat luas. Saat berada di rumah saja, banyak teman-temannya yang menjenguknya.

Tidak hanya berbagi materi pelajaran, namun menghiburnya di kala dia merasa kesepian.

Para guru di sekolahnya juga rutin mendatangi rumahnya untuk terus mengontrol perkembangan kesehatan anak didiknya. Dukungan ini juga terlihat saat guru-gurunya terus memberi semangat saat menghadapi UN.

Aegis juga tak hanya diam di kamar. Karena ingin terus belajar, Aegis mencari materi pelajaran dari jejaring internet.

"Kalau baca sambil tiduran seperti ini, mata suka berat dan pusing. Jadi, lebih efektif kalau baca materi-materi ujian dari handphone. Teman-teman juga mengirim lewat email, jadi saya tidak terlalu ketinggalan pelajaran," ucapnya.

Di sekolah, Aegis dikenal sebagai salah satu anggota Polisi Cilik dan Duta Cinta Lingkungan (Ducil) yang cukup mengharumkan nama almamaternya. Ia juga penyabet juara 1 di kelas VII dan selalu masuk dalam kelas unggulan di kelas VIII dan IX.

Aegis dan kakaknya, Difa Fatia Zabian, diasuh oleh neneknya, Nurlela (77) di Jalan Way Hitam, Kelurahan Siring Agung, Kecamatan Ilir Barat 1, Palembang. Tak jarang juga beberapa orang pamannya menginap di rumah neneknya.

Tidak hanya keluarganya, Aegis pun tidak menyangka bakal menderita kanker tulang. Pelajar kelahiran 2002 ini bahkan jarang sekali menderita penyakit yang serius ataupun menahun.


Awal Mula Penyakit

Aegis hanya bisa berbaring di kasurnya setelah beberapa bagian tubuhnya digerogoti sel kanker tulang (Liputan6.com / Nefri Inge)

Dari riwayat kesehatan keluarganya, tidak ada satu orang pun yang pernah menderita kanker tulang atau kanker ganas lainnya.

Anak pasangan Emil (38) dan Elma (38) awalnya mengalami bengkak di kaki kanannya pada pertengahan tahun 2016. Karena merasa tonjolan biasa, Aegis pun mengabaikannya.

Sampai memasuki bulan puasa, Aegis merasakan kesulitan saat menekuk kakinya ketika melaksanakan shalat tarawih berjamaah di masjid.

Rasa sakit pun semakin menjadi. Akhirnya keluarga memilih membawa Aegis ke puskesmas setempat.

“Dikasih obat dari puskesmas. Dikira sakit biasa, tapi semakin lama semakin parah. Jadi Aegis dirujuk ke Rumah Sakit Bhayangkara Palembang. Di sana baru tahu saat rontgen kalau benjolan di atas tulang adalah sel kanker,” kata Nurlela.

Karena harus bolak-balik ke rumah sakit, Aegis terpaksa harus absen sekolah. Sampai akhirnya pada Desember 2016, tulangnya harus diangkat dan diganti besi sepanjang 7 centimeter.

Aegis juga tidak bisa merasakan lagi rasa apapun di kaki kanannya. Parahnya, sel kanker juga menyebar ke tulang belikat dan kaki kirinya, sehingga Aegis hanya bisa tiduran di kasur dengan luka menganga di kakinya.

"Dokter bilang, ada banyak faktor pertumbuhan sel kanker ini. Bisa karena pola hidup, genetik ataupun karena terjatuh. Tapi hingga sekarang tidak bisa diketahui penyebab utamanya," ia megungkapkan.

Jadwal kemoterapi yang rutin dilakukan cucunya akhirnya dihentikan, karena tidak merasakan hasil apa pun. Keluarga akhirnya memutuskan untuk mengikuti pengobatan herbal.

Obat tradisional yang dikirim dari Jakarta ini terbukti ampuh membuat meredam rasa sakit sang cucu. Beberapa jamu tradisional, seperti rebusan ginseng membuat kesehatan Aegis sedikit meningkat.

"Beli salep di rumah sakit dengan harga yang mahal tidak membuat luka di kaki Aegis sembuh. Malah pakai salep biasa yang buat sembuh," tutur Nurlela.

Salah satu cara lain untuk membuat cucu tercintanya sembuh adalah dengan mencari donor tulang.

Namun, ada rasa khawatir di dalam hati Nurlela. Sebab, teknologi di Indonesia belum secanggih negara luar. Untuk mencari pendonor juga sangat sulit dan membutuhkan biaya yang sangat besar.

Nurlela berharap, ada jalan keluar lain untuk membuat keceriaan sang cucu kembali seperti sedia kala. Panjatan doa pun tak pernah henti dilakukannya agar bisa diberikan kesembuhan untuk Aegis.

 

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya