Liputan6.com, Jayapura - Wakil Gubernur Papua, Klemen Tinal, punya pertanyaan wajib terkait noken setiap bertemu orang Papua. "Mana nokenmu?"
Jika sang lawan bicara tak menggunakan noken, dia menukas. "Jangan ngaku anak Papua, kalau ko (kamu) tra (tidak) pake noken."
Klemen selalu mengingatkan orang-orang di sekelilingnya untuk menggunakan noken dalam kehidupan sehari-hari.
"Saya selalu membawa 5-10 noken setiap bepergian. Noken-noken itu biasa saya berikan kepada tamu-tamu yang saya jumpai, terutama bagi mereka yang belum memakai dan mengetahui noken," ucapnya.
Klemen sampai saat ini selalu menggunakan noken buatan sang mama. Noken yang selalu dipakainya itu dari kulit kayu yang diberi pewarna alami hitam dengan strip warna putih, kuning dan merah.
Baca Juga
Advertisement
"Ini noken buatan mama saya yang tak pernah saya lepaskan. Kemana pun saya pergi, saya selalu memakai noken ini," kata Klemen.
Pada setiap kesempatan, Klemen juga selalu berbicara tentang apa itu noken, bagaimana proses pembuatan noken yang pengerjaannya selalu dilakukan oleh perempuan Papua.
"Noken Papua sudah mendunia, tetapi tetap harus dipromosikan. Saya selalu punya stok noken, kalau ada tamu yang datang saya berikan sebagai suvenir, begitu juga kalau saya keluar kota selalu membawa noken untuk diberikan ke teman-teman sebagai oleh-oleh," ia menjelaskan.
Klemen yakin, jika masyarakat sudah mencintai noken, pasti noken itu akan dicari sendiri dan ini sama saja membantu mama Papua yang membuat noken. Itu untuk memutar roda perekonomian keluarga mama pembuat noken dan menggairahkan ekonomi keluarga di Papua.
Noken Warisan Dunia
Noken sudah ditetapkan sebagai warisan dunia oleh Unesco pada 4 Desember 2012 di Paris, Perancis sebagai salah satu warisan budaya dunia tak benda. Noken hanya ditemukan di Papua, tidak ada di tempat lain di belahan bumi manapun yang memiliki noken. Itulah sebabnya Unesco menetapknnya sebagai warisan budaya dunia tak benda.
Noken hanya dibuat oleh Mama Papua. Pada kehidupan Papua yang tradisional, mama adalah pencari nafkah. Mama mengurus kebun dan akhir-akhir ini sudah banyak mama-mama yang menjadi pedagang di pasar, termasuk menjual noken.
Noken di Papua terdiri dari berbagai jenis dan warna tetapi yang sama adalah bahan bakunya yang diambil dari alam setempat seperti daun sagu muda, kulit kayu, atau batang bunga anggrek.
"Setiap wilayah di Papua memiliki model noken yang berbeda-beda, misalnya di wilayah adat Meepago, nokennya dibuat dari kulit batang bunga anggrek. Hanya Mama-mama Papua wilayah Meepago yang bisa membuat noken kulit anggrek tersebut," Klemen menjelaskan.
Lalu, noken wilayah selatan Papua, berbeda dengan noken di wilayah pesisir maupun noken di wilayah pegunungan. Walaupun setiap noken fungsinya sama yaitu sebagai wadah untuk membawa benda.
Di wilayah Pegunungan Tengah, noken bahkan dipakai untuk menggendong bayi atau anak babi yang dimasukkan ke dalam noken. Noken di wilayah pegunungan tengah atau wilayah adat Lapago, biasanya berukuran besar-besar dan biasa digunakan oleh mama Papua pada bagian kepalanya.
Dalam satu noken yang dibawa mama itu, biasanya berisi sayuran, umbi-umbian. Bahkan, terkadang diletakkan juga bayi ataupun hewan peliharaannya, babi.
"Noken adalah ibarat baju yang melekat pada setiap mama-mama di Papua, ke mana pun mama pergi dan di mana pun dia berada, selalu ada noken yang melekat di tubuhnya,'' kata Klemen.
Advertisement
Harga Noken
Dalam budaya orang Papua, sejak masih kecil, kaum perempuan Papua selalu diajarkan untuk membuat noken. Berbeda dengan laki-laki yang diajarkan oleh sang ayah untuk berburu hewan dan masuk hutan.
Dampak dari ditetapkannya noken sebagai warisan budaya dunia tak benda, di Kota Jayapura semakin banyak ditemukan mama Papau penjual noken.
Penjual noken makin menjamur ketika sore hari tiba. Banyak mama penjual noken menjual noken di pinggir jalan protokol atau di depan pusat perbelanjaan.
Banyak cara yang digunakan untuk menjual noken, biasanya mama penjual noken menggantung sejumlah karya noken pada seutas tali.
Harga noken bervariasi, mulai dari Rp 100 ribu hingga jutaan rupiah. Noken yang terbuat dari benang sulam, harganya lebih murah dibandingkan dengan noken yang terbuat dari bahan alami.
"Noken dari wilayah Meepago, dari akar anggrek, harganya mencapai Rp 5 juta," kata Martha, salah satu pedagang noken yang ditemui di depan pusat perbelanjaan di Abepura, Kota Jayapura.
Klemen Tinal juga selalu mempromosikan noken lewat media sosial di akun Facebook Galery Klemen Tinal dan Klemen Tinal yang diunggahnya sendiri. Ke depan, Klemen ingin ada Festival Noken di Papua, nantinya semua perajin noken dari daerah bisa memamerkan noken hasil buatannya.
Agar noken terus diwarisi turun-temurun, Klemen menggagas bahwa noken harus dijadikan muatan lokal bagi pelajar di Papua. "Ini dilakukan agar noken tetap lestari dari generasi ke generasi," ujarnya.