Buntut Insiden Kekerasan Polisi terhadap Wartawan Palembang

Salah satu personel Polda Metro Jaya mengintimidasi seorang wartawan perempuan saat peliputan.

oleh Nefri Inge diperbarui 12 Mei 2017, 22:01 WIB
Para jurnalis melakukan aksi solidaritas didepan Polda Sumsel (Liputan6.com / foto : ist - Nefri Inge)

Liputan6..com, Palembang - Insiden kekerasan terhadap wartawan di Indonesia kembali terjadi. Kali ini dilakukan salah satu anggota Polda Metro Jaya Jakarta ke Sri Hidayatun, salah satu wartawan di media massa di Palembang, Sumatera Selatan (Sumsel).

Alat kerja korban dirampas oleh personel Polda Metro Jaya terjadi pada Rabu, 10 Mei 2017, di sebuah rumah di Jalan Bungaran I, Kelurahan 8 Ulu, Kecamatan Seberang Ulu I, Palembang.

Korban bersama keempat wartawan lainnya sedang mengikuti penggerebekan rumah milik terduga gembong penipuan online di Palembang. Saat itu, personel Polda Metro Jaya dibantu oleh Polresta Palembang.

Namun saat korban mengambil foto dan video melalui telepon genggam, salah satu anggota Polda Metro Jaya langsung mendekat dan membentak korban.

Polisi tersebut meminta korban untuk menghapus semua file penggerebekan.

Pada awalnya korban enggan menuruti permintaan polisi tersebut. Tiba-tiba polisi tersebut membentak dengan penekanan, agar korban menuruti perintahnya.

Parahnya, anggota kepolisian itu juga langsung merampas dan menghapus sendiri semua file di telepon genggam korban.

"Polisi itu menghapus semua foto dan video penggerebekan. Saya tidak bisa berkutik, karena saya juga merasa takut saat itu," ucap dia kepada Liputan6.com, Jumat (12/5/2017).

Hal ini dibenarkan Muhammad David, salah satu wartawan televisi yang berada di lokasi kejadian.

Sebelum insiden terjadi, mereka sempat menjelaskan ke polisi tersebut bahwa profesi mereka adalah seorang jurnalis.

Namun polisi tersebut tetap tidak mau menerima alasan apa pun, termasuk alasan peliputan yang biasa dilakukan.

"Dia (polisi Polda Metro Jaya) bilang tidak boleh meliput, padahal sudah dijelaskan kalau kami jurnalis," ia mengungkapkan.

Pihaknya sempat ingin menelepon Kepala Bidang (Kabid) Humas Polda Sumsel untuk menanyakan terkait pelarangan peliputan tersebut.

Respons polisi yang diketahui berpangkat brigadir ini masih tidak ramah. Kekerasan terhadap jurnalis yang berbentuk intimidasi tersebut akhirnya terjadi.

 


‎Aksi Solidaritas Jurnalis

Koordinasi Aksi AJI Palembang menyuarakan kecaman terhadap aksi intimidasi yang dilakukan anggota polisi terhadap wartawan perempuan di Palembang (Liputan6.com / foto : ist - Nefri Inge)

Usai insiden tersebut, Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Palembang langsung merespons dan mengecam intimidasi yang sengaja dilakukan oleh polisi tersebut.

Bersama para jurnalis lainnya, AJI Palembang menggelar aksi solidaritas di depan Mapolda Sumsel pada Jumat pagi.

Koordinator Aksi (Korak) AJI Palembang Muhammad Moeslim mengatakan, mereka menyayangkan tindakan polisi tersebut. Apalagi korban yang mengalami intimidasi tersebut adalah jurnalis perempuan.

Menurut dia, intimidasi ini dilakukan saat korban sedang bertugas dan merupakan tindakan menghalang-halangi hak publik untuk mendapatkan informasi.

"Jurnalis bekerja untuk kepentingan publik, ini juga sudah dilindungi Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers. Dengan tindakan ini, jurnalis jadi tidak bisa bekerja dengan leluasa di lapangan," kata dia.

Menanggapi insiden ini, Kapolresta Palembang Kombes Pol Wahyu Bintoro Hari Bawono menyatakan bahwa tindakan polisi tersebut memang di luar rencana.

Ia mengungkapkan bahwa atasan polisi tersebut ingin menyampaikan permintaan maaf ke para wartawan.

"Mereka sudah meminta maaf, disampaikan oleh kanitnya langsung. Mereka juga menyesalkan kejadian tersebut," ujar Wahyu.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya