Liputan6.com, Jakarta - Wakil Ketua Komisi Hukum dan Perundang-undangan Majelis Ulama Indonesia (MUI) Ikhsan Abdullah, mengaku tidak setuju dengan rencana Polri yang akan memasukkan nama pemimpin Front Pembela Islam (FPI) Rizieq Shihab ke dalam daftar red notice Interpol.
"Enggak perlu red notice-lah, kok memperlakukan dia seperti penjahat saja?" kata Ikhsan Abdullah di kawasan Cikini, Jakarta Pusat, Sabtu (13/5/2017).
Advertisement
Ikhsan pun meminta penyidik Polri untuk memperlakukan Rizieq Shihab selayaknya seorang tokoh ulama yang perlu dihargai.
"Saya kira bersabarlah. Habib Rizieq ini kan juga perlu dihargai sebagai tokoh, jangan diuber-uber seperti penjahat," pinta Ikhsan.
Sebaliknya, ia meminta Polri agar bertindak dengan hati-hati dalam melakukan proses hukum terhadap Rizieq agar tidak menimbulkan kontroversi di tengah masyarakat.
"Harus bisa mendiskresi (terhadap Rizieq Shihab), artinya ambillah sikap yang menenteramkan. Karena ketenteraman ini penting," tandas Ikhsan.
Sebelumnya, Kepala Divisi Humas Polri Irjen Setyo Wasisto mengatakan, penjemputan paksa Rizieq Shihab belum bisa dilakukan dengan menerbitkan red notice, meskipun yang bersangkutan saat ini disebut-sebut berada di luar negeri. Pasalnya, Rizieq masih berstatus saksi.
"Belum. Red Notice atas permintaan penyidik akan dikaji dulu," kata Setyo di Kompleks Mabes Polri, Jakarta, Jumat, 12 Mei 2017.
Menurut Setyo, seseorang yang masih berstatus saksi suatu perkara bisa saja dijemput secara paksa. Apabila, orang tersebut telah tiga kali mangkir dari panggilan penyidik.
Namun, ketika saksi berada di luar negeri, sambung Setyo, penjemputan paksa tidak bisa dilakukan begitu saja melalui penerbitan red notice. Hal ini karena red notice hanya bisa dikeluarkan apabila seseorang berstatus tersangka.
"Tapi kan bisa diminta bantuan negara lain untuk memberi tahu bahwa dia (Rizieq Shihab) ada urusan (hukum) di kita. Police to police," ucap Setyo.