Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo) menganggap serangan ransomware WannaCry yang menghebohkan dunia ini tergolong sebagai teroris siber.
Bagaimana tidak, ada sekitar 99 negara di dunia yang terkena dampaknya, termasuk Indonesia. Selain mengimbau kepada masyarakat untuk mengantisipasi serangan malware ganas itu, Menkominfo Rudiantara mengaku telah berkoordinasi dengan seluruh kementerian.
Baca Juga
Advertisement
"Kami ada grup chat, saya sudah menginformasikan hal ini di grup agar melakukan antisipasi serangan ransomware WannaCry esok hari," kata Rudiantara saat konferensi pers Antisipasi Ancaman Ransomware WannaCry di Jakarta, Minggu (14/5/2017).
Pria yang karib disapa Chief RA ini mengaku telah berkoordinasi dengan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Muhadjir Effendy. Langkah ini diambil agar data nilai siswa dari seluruh Indonesia selama tiga tahun terakhir yang akan diunggah ke sistem tidak terkena serangan WannaCry.
"Saya sudah koordinasi dengan Pak Muhadjir Sabtu kemarin. Juga ke Kepala di Kemendikbud yang bergelut di bidang IT," ungkap Rudiantara.
Ia juga menuturkan, Kemkominfo juga telah melakukan koordinasi dengan pihak internasional untuk coba menanggulangi dampak serangan WannaCry.
"Masalah ini adalah isu global, jadi yang mencari solusi dari sesi teknis mencakup semuanya. Ini sangat dinamis," pungkasnya.
Sebelumnya, Direktur Jenderal Aplikasi Informatika, Semuel A Pangerapan mengatakan bahwa serangan siber ini bersifat tersebar dan masif serta menyerang critical resource (sumber daya sangat penting), maka serangan ini bisa dikategorikan teroris siber.
Di Indonesia, berdasarkan laporan yang diterima oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo), serangan WannaCry ditujukan ke Rumah Sakit Harapan Kita dan Rumah Sakit Dharmais.
(Isk/Ysl)