Liputan6.com, Jakarta - Gubernur Nonaktif DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok telah divonis bersalah oleh majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Utara, melakukan penodaan agama. Ahok dihukum 2 tahun penjara.
Namun, vonis tersebut dinilai sebagai sebuah kemunduran demokrasi. "Ini kemunduran demokrasi. Harusnya di usia 19 tahun reformasi, Indonesia sudah matang," ucap Direktur Amnesty International Indonesia, Usman Hamid, di Cikini, Jakarta Pusat, Minggu (14/5/2017).
Advertisement
Menurut dia, proses hukum kasus Ahok terlampau instan dan baru kali pertama terjadi di Indonesia.
"Ini satu kasus pertama kali, di mana etnis minoritas yang berasal dari lembaga kekuasaan dan dihukum secara instan," jelas Usman.
Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok divonis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Utara dua tahun penjara pada Selasa, 9 Mei 2017. Vonis ini lebih tinggi dari tuntutan Jaksa yang menuntut Ahok dihukum 1 tahun penjara dengan masa percobaan 2 tahun.
Dalam putusannya, Ketua Majelis Hakim Dwiarso Budi Santiarto mengesampingkan dakwaan jaksa terkait Pasal 156 yang dikenakan terhadap Ahok. Majelis hakim yang terdiri dari lima orang tersebut menjerat Ahok dengan Pasal 156a terkait penodaan agama.