Liputan6.com, Jakarta - Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok telah divonis dua tahun penjara oleh Pengadilan Negeri Jakarta Utara, karena terbukti menodai agama. Putusan kepada Gubernur nonaktif DKI Jakarta itu memunculkan polemik di masyarakat.
Pengamat Hukum Tata Negara Refly Harun mengatakan, seharusnya pasal penodaan agama dihapus karena dipandang pasal karet. Selain merevisi KUHP, juga bisa melalui judical review atau peninjauan kembali di Mahkamah Konstitusi (MK).
Advertisement
"Ajukan lagi judical review. Saya kira harus dicari alasan konstitusional yang baru. Kemudian menurut saya hakim, penegak hukum secara selektif tidak menggunakan pasal itu kalau memang tidak ditemukan bukti pelanggaran luar biasa," ucap Refly dalam diskusi di Jakarta, Minggu (14/5/2017).
Menurut Refly jika memandang seseorang melakukan penistaan atau penodaan agama, haruslah dalam perbuatan nyata.
"Ya harusnya memang ranah perbedaan pendapat. Soal tersinggung itu relatif. Ada yang tersinggung, ada yang enggak. Tapi kita harus lihat tindakan-tindakan nyata yang memang betul kita dianggap menistakan," kata dia.
Refly mencontohkan ketika seseorang menginjak atau merobek Alquran, Injil, atau Taurat, itu jelas-jelas nyata menistakan agama.
"Itu kan kelihatan, tapi kalau sepanjang hanya berbicara, saya kira kita harus lebih toleransi terhadap perbedaan kebebasan berpendapat," dia menegaskan.
Di antara solusinya, Refly melanjutkan, bisa melalui dialog antar pemuka agama. Langkah ini justru memperkuat toleransi dan kebhinekaan.
"Makanya dulu ada dialog antar imam. Jadi kita harus lebih toleransi. Jadi semakin negara kita demokratis," Refly menandaskan.
Gubernur nonaktif DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok divonis dua tahun penjara oleh Pengadilan Negeri Jakarta Utara, karena dinilai terbukti menodai agama pada 9 Mei lalu. Kini, Ahok ditahan di Mako Brimob, Depok, Jawa Barat.
Vonis Ahok lebih berat dari tuntutan jaksa yang menuntut hukuman satu tahun penjara dengan hukuman percobaan dua tahun. Vonis ini dinilai banyak pihak sarat bermuatan politis dan banyak tekanan.