Liputan6.com, Jakarta - Teror ransomware WannaCry kini telah menyebar di 150 negara di dunia, termasuk Indonesia. Setidaknya, 200 ribu pengguna komputer sudah menjadi korban dan angka ini dilaporkan terus meningkat hingga Minggu kemarin.
Mengutip laporan CNBC, Senin (15/5/2017), ahli keamanan menilai bahwa penyebaran ransomware WannaCry yang berupaya mengunci komputer di berbagai organisasi, seperti pabrik mobil, rumah sakit, pertokoan, dan sekolah di banyak negara kini mulai melambat.
Baca Juga
Advertisement
Direktur Europol Rob Wainwright mengatakan, serangan siber ini tergolong unik, sebab ransomware WannaCry digunakan bersamaan dengan fungsi worm, sehingga infeksi menyebar secara otomatis.
"Jangkauan global serangan siber yang masif ini belum pernah terjadi sebelumnya. Jumlah terakhir ada lebih dari 200 ribu korban di 150 negara. Banyak di antara korban adalah instansi bisnis dan perusahaan besar," kata Wainwright.
Ia juga mengatakan, saat ini ancaman serangan diprediksi meningkat. "Angka akan naik, saya khawatir mengenai angkanya yang akan meningkat saat orang-orang bekerja dan menyalakan komputer mereka," tutur dia.
Wainwright pun menyebut, agensi kepolisian Uni Eropa Europol dan berbagai agensi lainnya belum mengetahui siapa yang berada di balik serangan siber ini.
"Biasanya itu adalah organisasi kriminal dan itulah teori kami yang pertama," kata Wainwright.
Menurutnya, saat ini memang tebusan yang diminta hanya dalam jumlah kecil, yakni US$ 300, namun bisa saja meningkat menjadi US$ 600 jika korban tidak memberikan tebusan dalam waktu tiga hari.
"Sejauh ini sudah ada beberapa korban yang melakukan pembayaran. Menurut hasil pelacakan kami, kebanyakan orang tidak membayar tebusan, jadi tidak banyak uang yang diterima oleh organisasi kriminal ini," kata dia.
(Tin/Isk)