Liputan6.com, Jakarta Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Hanif Dhakiri mengaku belum mendapatkan laporan jika ada lebih dari 10 Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang belum mendaftarkan karyawannya menjadi peserta Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan.
Bila benar, dia berjanji akan segera melakukan pengecekan terhadap data tersebut. "Wah aku belum cek. BPJS belum kasih laporan resmi ke saya, tapi nanti saya cek," ujar Hanif usai menghadiri acara Diskusi Urun Rembuk Perbaikan Sistem Perlindungan TKI di Jakarta, Senin (15/5/2017).
Menurut Hanif, seluruh perusahaan baik berbentuk BUMN maupun swasta secara bertahap wajib mendaftarkan karyawannya sebagai peserta BPJS Ketenagakerjaan.
Baca Juga
Advertisement
Ini merupakan amanat dari Undang-undang (UU) Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) dan UU Nomor 24 Tahun 2011 tentang BPJS, dan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 109 Tahun 2013 tentang Tahapan Kepesertaan Program Jaminan Sosial.
Seluruh pekerja di Indonesia, baik di sektor formal maupun non formal wajib terdaftar sebagai peserta Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan untuk mengikuti empat program, yakni Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK), Jaminan Hari Tua (JHT), Jaminan Pensiun, dan Jaminan Kematian (JKM).
"Kita lihat aturannya saja, kan memang sudah wajib. Baik perusahaan pemerintah maupun swasta punya kewajiban mengikutsertakan karyawannya menjadi peserta BPJS Ketenagakerjaan dan BPJS Kesehatan. Nanti kita lihat masalahnya apa," tutur dia.
Direktur Pelayanan BPJS Ketenagakerjaan M Khrisna Syarif sebelumnya menyebut lebih dari 10 Badan Usaha Milik Negara (BUMN) belum mendaftarkan pegawainya sebagai peserta BPJS Ketenagakerjaan. Masing-masing perusahaan pelat merah ini tercatat memiliki ratusan pegawai.
"Masih banyak (perusahaan) yang belum tertib. Jumlahnya lebih dari 10 perusahaan BUMN," tegas Khrisna.