Siasat Busuk Industri Film Mesum Jepang Jerat Perempuan

Di balik gemerlapnya bintang syur, ada cara-cara busuk merekrut para pemain film biru terutama pemeran wanitanya.

oleh Arie Mega Prastiwi diperbarui 16 Mei 2017, 06:27 WIB
Ilustrasi (cnnmoney.com)

Liputan6.com, Tokyo - Empat tahun lalu, Kurumin Aroma didekati oleh seorang pria di jalanan. Kala itu, perempuan tersebut ditawari apakah ia tertarik untuk jadi model.

Tawaran itu menggiurkan, karena Aroma berpikir bisa jadi batu lancatan untuk menjadi artis televisi.

"Si pencari bakat itu memiliki kartu nama yang pantas dan berbicara dengan penuh hormat. Jadi, aku pikir, dia adalah orang yang bisa kupercaya," kata Aroma seperti Liputan6.com kutip dari The Guardian, Senin (15/5/2017).

Kurumin Aroma adalah nama panggung di film-film porno yang ia bintangi.

Lalu, beberapa bulan kemudian setelah pertemuannya dengan 'agen pencari bakat', perempuan 26 tahun itu menjadi salah satu perempuan yang terjebak dalam industri film porno Jepang.

Dan pada tahun terakhir di universitas, Aroma setuju untuk wawancara lebih lanjut dengan presiden rumah produksi. Di sana ia diberikan kontrak kerja yang mengharuskan ia wajib membuka bajunya untuk sesi foto.

"Itulah pertama kalinya aku mendengar apa itu ketelanjangan," kata Aroma kepada Guardian.

"Aku menangis, tapi di bawah tekanan untuk tanda tangan, aku terpaksa setuju," lanjutnya.

Beberapa bulan kemudian, si agen menuntutnya untuk membuat video porno. Dihadapkan dengan tuntutan berulang dari delapan staf pria, dia akhirnya menyerah.

"Mereka bilang aku bisa berhenti kapan saja jika aku merasa tidak nyaman atau kalau sakit. Tapi itu tidak benar,"kenang Aroma. 

Aroma adalah salah satu perempuan dari sekian banyak yang terjebak masuk ke dalam industri film syur di Jepang.

Sejumlah laporan tentang wanita yang ditawarkan kontrak jadi model berakhir dalam film dengan rating X. Hal itu membuat mendorong pihak berwenang di Jepang untuk menghadapi sisi gelap dari industri porno bernilai miliaran dolar.

Tahun lalu, pemerintah Jepang meluncurkan survei pertama kalinya tentang perekrutan industri film terhadap perempuan muda yang rentan. Dalam survei itu, mereka menemukan bahwa 200 di antara 20.000 yang disurvei telah menandatangani kontrak 'model bodong'. 50 di antaranya diminta untuk berpose bugil atau berhubungan seks di depan kamera.

Dari bulan Januari sampai November 2016, 148 wanita mencari bantuan kepada Lighthouse, People Against Pornografi dan Sexual Violence. Ketiganya adalah sebuah lembaga yang membantu korban perdagangan manusia.

Laporan dari ketiga organisasi itu mengatakan ada peningkatan dramatis dari 83 kasus yang tercatat sepanjang tahun 2015 dan hanya 29 kasus di tahun sebelumnya.

Dalam satu kasus profil tinggi yang mengakibatkan penangkapan tiga pencari bakat, seorang wanita dipaksa untuk tampil di lebih dari 100 film setelah diberi tahu bahwa keluarganya akan diberitahu jika dia menolak melakukan adegan syur.

Beberapa korban mengatakan bahwa mereka dipaksa melakukan hubungan seks tanpa perlindungan, atau diperkosa oleh geng.

Sebagai tanggapan, Intellectual Property Promotion Association, yang mewakili industri film dewasa Jepang, berjanji untuk "mendorong produser untuk mengambil tindakan demi memperbaiki situasi dan memulihkan kesehatan seluruh industri".

"Asosiasi sangat menyesalkan bahwa kami telah gagal untuk mengambil inisiatif untuk menangani masalah ini.  Kami sangat menyesal," ujar pernyataan industri itu.

Kazuko Ito, seorang pengacara dan sekretaris umum Human Rights Now, menyambut tindakan keras polisi baru-baru ini terhadap calo jalanan yang bekerja untuk industri seks porno dan komersial. Ia juga menegaskan  bahwa industri tersebut harus dipaksa untuk mengubah caranya.

"Hal yang luar biasa adalah bahwa perusahaan rumah produksi bisa bertindak tanpa hukuman," kata Ito. "Tidak ada hukum yang melarang perempuan tampil dalam film porno. Tapi sayangnya tidak ada pengawasan pemerintah terhadap industri ini. Meski demikian, bukan hanya sekedar masalah hukum, ini pelanggaran hak asasi manusia. "

Industri porno Jepang bernilai sekitar 500 miliar yen (US$ 4,4 miliar) dalam penjualan tahunan, dengan sebanyak 20.000 judul dirilis setiap tahun. Sekitar seperempat dari semua film ditujukan untuk pemirsa yang lebih tua - cerminan masyarakat Jepang yang cepat menua.


Iming-iming Jadi Tenar

Biasanya, wanita di akhir usia belasan dan awal 20-an, didekati di jalan, mengatakan bahwa mereka memiliki penampilan dan karisma untuk sukses dalam industri hiburan. Kemudian, tanpa diberi kesempatan untuk membaca isi kontrak lebih lanjut, mereka diminta menandatangani surat perjanjian kerja. 

Saat menolak karena tahu bahwa kontrak berisi untuk jadi model esek-esek, para rumah produksi itu mengancam mereka dengan denda. Tak jarang angkanya bisa jutaan yen. Mereka juga kerap mengancam akan memberi tahu teman dan keluarga tentang pekerjaan 'baru' itu.

Ada beberapa kasus, para perempuan yang terjebak itu berusaha untuk kabur. Namun, rumah produksi itu memiliki kaki tangan di mana-mana. Mereka bisa menemukan si model, lalu menangkap dan menahannya di sebuah hotel atau disembunyikan di lokasi terpencil di mana untuk kabur sangatlah mustahil.

"Memang jarang ada laporan kekerasan fisik terhadap perempuan itu. Tapi bentuk tekanan lainnya juga tak kalah sadis," kata pengacara Ito.

Aroma kini tak lagi jadi bintang porno. Ia menjadi selebritas di kanal video berbagi yang mempromosikan Jepang dengan 15 ribu pengikut.

Aroma mengatakan bahwa dia belum pernah membahas penampilan pornonya dengan orangtuanya. Namun, beberapa kerabatnya yang mengetahui 'karirnya' itu menjauhinya.

"Selama aku terlibat dalam industri film porno, preman yang menjagaku mengatakan bahwa aku milik mereka," katanya. "Aku tidak memiliki kebebasan dan tidak bisa mencari bantuan lagi. Aku terjebak. "

Aroma berhasil mengeblok penjualan DVD dari dua filmnya, namun beberapa potongan film birunya berhasil lolos ke dunia maya. Hal itu ia lakukan ketika dia mencari bantuan kepada Ito dan bertemu dengan korban lain,

"Awalnya, aku takut pergi keluar rumah, tapi saat itu aku tahu aku tak sendirian," katanya.

"Aku akhirnya memegang kendali, dan itu adalah sumber kekuatan yang hebat. Pada saat itu aku merasa bertanggung jawab atas apa yang terjadi padaku, jadi berbicara blak-blakan siapa aku telah membuatku sadar bahwa bukan aku yang bersalah," tutup Aroma.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya