Liputan6.com, Jakarta Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menyatakan telah mengirimkan tim dari Sekolah Usaha Perikanan Menengah (SUPM) Waiheru Ambon untuk mengambil data bangkai hewan raksasa yang terdampar di pesisir pantai Dusun Hulung, Kabupaten Seram Bagian Barat, Maluku. Data ini yang selanjutnya menjadi bahan awal identifikasi oleh tim peneliti KKP.
Kepala Badan Riset dan Sumber Daya Manusia KKP Zulficar Mochtar mengatakan, berdasarkan identifikasi awal hewan tersebut masuk kategori mamalia laut.
Advertisement
"Untuk mendapatkan analisa yang lebih akurat, satu hari setelah penemuan bangkai kami menugaskan 3 (tiga) orang peneliti ahli identifikasi ikan dari Balai Riset Perikanan Laut (BRPL) Muara Baru, Badan Riset dan Sumber Daya Manusia Kelautan dan Perikanan (BRSDM) Jakarta ke lokasi di Ambon," kata dia dalam keterangan tertulis, Jakarta, Selasa (16/5/2017).
Dia mengatakan, penugasan ke siswa SUPM Waiheru ke lokasi merupakan langkah awal untuk mengetahui hal yang terjadi di lokasi. Di samping itu, siswa-siswa itu juga memberikan informasi ke masyarakat terkait bahaya bangkai makhluk laut.
"Taruna SUPM ini selain mendokumentasikan, juga memberikan informasi kepada masyarakat setempat, langkah-langkah yang harus dijaga saat berdekatan dengan bangkai ini. Ditengarai ada banyak jenis virus dan bakteria yang ditemukan di dalam bangkai, ini berakibat fatal bagi manusia," kata dia.
Selanjutnya tim peneliti KKP bersama pihak terkait telah melakukan pengecekan kondisi spesimen, pengukuran morfometrik, dan sampling biologi dengan hasil identifikasi bahwa termasuk kelompok paus (whale) pemakan plankton (plankton feeder), bukan cumi-cumi atau gurita, atau lainnya. Spesies paus diharapkan akan dapat ditentukan dari hasil analisis genetik (DNA barcoding) yang akan dilakukan kemudian di Jakarta.
Anggota tim peneliti BRPL KKP Suwarso menyampaikan, penyebab kematian masih sulit dipastikan. Namun beberapa indikator dapat menginformasikan jika penyebab kematiannya ialah terdampar secara tunggal. Kemudian, melihat kondisi spesimen di mana kepala tidak utuh, dan bagian perut terurai, diduga paus mengalami sakit dan luka sebelum kematian.
Dia menambahkan, berdasarkan identifikasi, ciri-ciri umum yang dapat terlihat pada spesimen, dan dihubungkan secara langsung pada kelompok-kelompok hewan yang dicurigai, yaitu kelompok ikan, cumi-cumi, gurita, cucut dan marine mammals.
"Tidak ditemukan adanya sisik dan ciri lain dari kelompok ikan, juga tidak ada tentakel (lengan) dan ‘internal shells’ yang merupakan ciri dari hewan lunak (di antaranya gurita dan cucut), demikian juga tidak adanya ciri hiu yang memiliki tulang dari tulang rawan. Dari hal tersebut spesimen ini lebih dekat termasuk dalam kelompok mamalia yaitu paus," ujar Suprapto.
Dia menambahkan, ada beberapa hal yang menguatkan jika hewan tersebut masuk kategori paus.
"Beberapa ciri yang menguatkan identifikasi sebagai paus diantaranya ditemuinya tulang dan tulang belakang (vertebrae), ekor bercagak dan mendatar, juga bentuk-bentuk yang diduga merupakan bagian rahang (atas dan bawah) beserta alat penyaring air laut untuk menyaring plankton," terang Suprapto.
Terkait kondisi spesimen yang sudah menjadi bangkai dan mencemari lingkungan sekitar, maka telah diambil langkah dengan menanam atau menguburkan bangkai di pantai sekitar.