Liputan6.com, Bogor - Proyek pembangunan jalan poros tengah timur atau Jalur Puncak II kemungkinan dibatalkan, karena dianggap merusak lingkungan.
Padahal, jalan yang membentang dari kawasan Sentul, Kabupaten Bogor hingga Istana Cipanas, Kabupaten Cianjur ini sempat dikerjakan selama dua tahun.
Advertisement
Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan mengatakan, berdasarkan hasil rapat terbatas dengan Presiden Jokowi, serta Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (Kementerian PUPR), proyek Jalur Puncak II dikaji ulang.
"Kemarin waktu rapat terbatas, Presiden menugaskan Kementerian PU (Kementerian PUPR) untuk mengkaji ulang," kata pria yang akrab disapa Aher, Bogor, Jawa Barat, Selasa, 16 Mei 2017.
Aher menjelaskan di antara aspek yang memerlukan pengkajian ulang, yakni dampak lingkungan akibat pembangunan jalan sepanjang 48 kilometer itu.
Pembangunan tersebut, kata Aher, bisa merusak lingkungan akibat banyak daerah resapan air yang dialihfungsikan menjadi jalan raya.
Menurut Aher, alih fungsi lahan dikhawatirkan menimbulkan bencana banjir di wilayah hilir seperti Jakarta, Bekasi, Depok, dan sekitarnya.
"Untuk membangun jalan juga perlu ada pembebasan lahan, dan sebagian besar lahan di sana masih berupa hutan dan perkebunan," ujar dia.
Pelebaran Jalan
Aher memang setuju dengan pendapat bahwa Jalur Puncak II dapat mengurai kemacetan, yang kerap terjadi di Jalan Raya Puncak.
Kendati, kata Aher, ada solusi alternatif untuk meminimalisir kecelakaan lalu lintas dan kamacetan di jalur Puncak, yakni pelebaran badan jalan.
"Kami setuju dilebarkan. Tapi itu kewenangannya ada di pemerintahan pusat karena ini jalan nasional," Aher menandaskan.
Proyek Jalur Puncak II sudah mulai sejak 2012 hingga 2014. Namun terhenti pada 2015, karena tidak ada kucuran dana dari pemerintah pusat.
Jalur Puncak II memiliki panjang 48 km, namun baru 30 km lahan yang sudah dibuka dan masih berupa jalur tanah. Sedangkan, ruas jalan yang diaspal baru mencapai 3,5 km.