Liputan6.com, Washington, DC - Menurut sejumlah peneliti, jika asteroid selebar 14 km yang menabrak bumi pada 66 juta tahun lalu datang sekitar 30-60 detik terlambat atau lebih cepat, maka batu antariksa raksasa itu akan jatuh ke laut dalam di Samudra Pasifik atau Atlantik.
Jika itu yang terjadi, besar kemungkinan dinosaurus tidak akan punah dari muka Bumi, seperti yang dijelaskan pakar dinosaurus, Profesor Ben Garrod kepada Times, seperti yang dikutip History.com, Rabu, (17/5/2017).
Baca Juga
Advertisement
Padahal, pada kondisi yang sebenarnya, asteroid raksasa itu jatuh di laut dangkal di Teluk Meksiko. Perairan itu memiliki komposisi tanah di dasar laut yang terbentuk dari sulfur.
Saat asteroid itu jatuh di Teluk Meksiko yang memiliki kedalaman dangkal, lapisan tanah sulfur seberat 100 miliar ton di dasar laut terangkat ke angkasa hingga mencapai lapisan atmosfer Bumi.
Saat tiba di lapisan atmosfer, sulfur itu membentuk awan yang membendung cahaya matahari yang masuk ke bumi.
Hasilnya, seperti yang diketahui, terjadi musim dingin berkepanjangan dengan temperatur di bawah titik beku air, kekeringan akibat suhu ekstrem, dan banjir bandang akibat tsunami. Tak hanya itu, air yang menggenangi dataran membeku akibat suhu dingin ekstrem.
Dampak lanjutannya adalah kepunahan dinosaurus dari muka Bumi.
"Jadi, bukan karena ukuran asteroidnya, bukan karena skala ledakannya, dan bukan karena skala luas wilayah yang terkena dampak asteroid. Namun, yang jadi faktor utama adalah lokasi di mana asteroid itu jatuh," kata Professor Ben Garrod, seperti yang dikutip dari History.com.
Jika asteorid itu jatuh di laut dalam seperti Samudra Pasifik atau Atlantik, terangkatnya sejumlah besar lapisan tanah sulfur di dasar laut ke atmosfer bumi mungkin tidak akan terjadi. Hal itu jadi kebalikan dari apa yang terjadi sebenarnya di Laut Teluk Meksiko.
Jika hipotesis itu yang menjadi realitas, mungkin saja dinosaurus tidak akan lenyap dari muka bumi serta dapat hidup hingga sekarang.
Selain itu, hipotesis tersebut didukung dengan hasil penelitian terbaru Profesor Garrod. Sang profesor menyebutkan bahwa ukuran asteroid yang jatuh 66 juta tahun yang lalu berukuran relatif kecil jika dibandingkan dengan ukuran bumi.
Lantas, faktor krusial yang menjadi daya penghancur asteroid itu kala menghantam bumi bertumpu pada aspek kecepatannya. Saat menyentuh bumi, batu antariksa itu memiliki kecepatan sekitar 63.373 kilometer per jam yang mampu menghasilkan energi setara ledakan 10 miliar bom atom.
Aspek kecepatan itulah yang membuat asteroid itu jatuh di Laut Teluk Meksiko dan mengangkat lapisan tanah sulfur di dasar laut hingga ke lapisan atmosfer, mempengaruhi iklim bumi, serta menimbulkan efek domino lain yang menyebabkan kepunahan dinosaurus.
Akan tetapi, fenomena itulah yang justru membuat spesies berukuran kecil, seperti manusia, yang kini menguasai bumi.
"Saat awan menutup bumi, hewan besar kemudian mati sebagai dampaknya. Muncullah spesies kecil yang membawa segala kemungkinan baru di proses evolusi masa depan," ucap Professor Garrod.
Saksikan juga video berikut ini: