Liputan6.com, New York - Harga minyak menguat berada di level tertinggi dalam dua minggu. Penguatan harga minyak didukung pasokan minyak mentah Amerika Serikat (AS) melemah dalam enam minggu berturut-turut.
Ini menjadi tanda positif menjelang pertemuan Organization of the Petroleum Exporting Countries (OPEC) atau negara pengekspor minyak pada pekan depan. Diperkirakan produsen minyak utama akan memperpanjang pangkas pasokan.
Selain itu, ada tekanan terhadap Presiden AS Donald Trump membebani dolar AS. Namun, hal itu juga membantu mengangkat harga minyak dalam mata uang dolar AS. Harga minyak mentah Brent melambung 56 sen atau menguat 1,1 persen menjadi US$ 52,21. Sedangkan harga minyak AS naik 41 sen ke level US$ 49,07 usai alami penutupan tertinggi sejak 28 April.
The US Energy Information Administration juga menyatakan persediaan minyak mentah AS turun 1,8 juta barel hingga 12 Mei 2017.
Baca Juga
Advertisement
"Sebuah pergerakan menarik untuk minyak mentah, bensin dan sulingan sehingga mendukung harga," ujar Matt Smith, Direktur ClipperData, seperti dikutip dari laman Reuters, Kamis (18/5/2017).
Selain itu, saat persediaan turun, produksi minyak mentah AS telah naik 10 persen sejak pertengahan 2016 hingga mencapai 9,3 juta barel per hari. Ini mendekati tingkat dari produsen utama Rusia dan Arab Saudi sehingga persediaan tertap tinggi. Dengan kondisi itu, analis menilai, usaha OPEC belum membuahkan hasil.
OPEC dan produsen utama minyak lainnya akan bertemu di Wina pada 25 Mei untuk memutuskan apakah akan memperpanjang pengurangan produksi sebesar 1,8 juta barel per day (bpd) yang dimulai pada awal 2017. Pemerintahan Arab Saudi dan Rusia menyatakan akan memperpanjang pemangkasan produksi minyak hingga Maret 2018.
"Sikap terakhir Arab Saudi dan Rusia mendukung perpanjangan kesepakatan pemotongan produksi minyak hingga sembilan bulan lagi yang menguntungkan harga minyak," ujar Abhishek Kumar, Analis energi senior di Global Gas Analytics.
Dia menuturkan, bagaimana pun pasar mengharapkan pemotongan produksi yang lebih dalam agar harga tetap tinggi terutama dengan produksi AS yang masih meningkat. EIA memperkirakan produksi AS mendekati rata-rata hampir 10 juta bpd pada akhir 2018.
Analis Jefferies pun menurunkan perkiraan harga minyak seiring kenaikan produksi minyak AS. Pihaknya memangkas harga minyak Brent menjadi US$ 59 per barel pada semester II 2017 dari sebelumnya US$ 61 per barel.