Liputan6.com, Jakarta Otoritas Jasa Keuangan (OJK) meluncurkan Strategi Perlindungan Konsumen Keuangan (SPKK) periode 2013-2027. Tujuannya untuk meningkatkan kepercayaan konsumen dalam setiap aktivitas jasa keuangan guna mengejar target Indeks Inklusi Keuangan atau indeks kedalaman keuangan sebesar 75 persen hingga 2019.
Acara peluncuran strategi ini dihadiri Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK) Puan Maharani, Ketua Dewan Komisioner OJK Muliaman D Hadad, Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal OJK Nurhaida, dan Kepala Eksekutif Pengawas Industri Keuangan Non Bank OJK Firdaus Djaelani.
Adapula Anggota Dewan Komisioner Bagian Perlindungan Konsumen OJK Kusumaningtuti Sandriharmy Soetiono, Direktur Pengembangan BEI Nicky Hogan, dan para pelaku industri jasa keuangan.
Baca Juga
Advertisement
Puan mengatakan, pemerintah bertekad mengurangi kemiskinan. Salah satunya melalui program inklusi keuangan dari OJK melalui investasi dalam bentuk simpanan maupun produk lain, seperti saham, emas, dan lainnya.
Pemerintah ingin seluruh masyarakat Indonesia melek produk maupun jasa keuangan, sehingga dapat meningkatkan harkat dan martabat, serta mengurangi potensi kerugian.
"Kadangkala konsumen datang, melapor bahwa dirinya merasa dirugikan. Tapi ada kerja sama dengan Ombudsman, sehingga pelayanan OJK terhadap konsumen dapat dimonitor," dia menjelaskan saat menutup acara SPKK di Gedung Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Kamis (18/5/2017).
Dengan SPKK periode 2013-2027, Puan berharap komitmen OJK dalam mengedukasi dan mengkomunikasikan kepada masyarakat bukan hanya kalangan menengah ke atas, tapi juga 40 persen kelas bawah. "Saya ketemu dengan Ratu Maxima dan kita menjelaskan tidak sampai setahun kita sudah dapat sertifikat global Asia Pasifik untuk inklusi keuangan," katanya.
Sementara itu, Muliaman mengungkapkan, strategi perlindungan konsumen keuangan ini disusun sedemikian rupa dengan melibatkan banyak pemangku kepentingan atau stakeholder.
"Kita ingin melindungi konsumen dan konsumen bisa lebih memahami produk atau jasa keuangan yang ditawarkan industri keuangan, sehingga mampu melindungi dirinya. Sedangkan bagi pelaku industri keuangan diharapkan dapat lebih bertanggung jawab dengan mengutamakan kepentingan konsumen dalam pengembangan bisnisnya," ujar dia.
Berdasarkan UU Perlindungan Konsumen, kata Muliaman, yang dimaksud konsumen adalah setiap orang yang menggunakan barang dan jasa yang tidak hanya mencakup industri keuangan. Sasarannya pun bukan hanya perusahaan besar, tapi juga Usaha Kelas Menengah, ibu-ibu rumah tangga, sampai pelajar.
Dia menambahkan, SPKK ditopang empat pilar penting, yakni infrastruktur dan kelembagaan, aspek regulasi dan perlindungan konsumen, pengawasan market conduct, serta pilar edukasi dan komunikasi.
"Kita akan terus lakukan kampanye edukasi secara bertahap terhadap praktik-praktik penawaran jasa keuangan. Tapi pasti akan ada banyak isu, salah satunya masyarakat kita yang masih banyak tergiur investasi dengan iming-iming imbalan tinggi. Strategi ini diharapkan dapat menjawab isu ini," ucap dia.
Tujuan besarnya, Muliaman menyebut, mencapai target indeks inklusi keuangan mencapai 75 persen pada 2019. Tahun lalu, indeks kedalaman keuangan di Indonesia mencapai 67,82 persen atau naik dari realisasi 59,74 persen di 2013.
Sedangkan tingkat literasi keuangan di Indonesia terus bertumbuh dari 21,8 persen di 2013 menjadi 29,66 persen di 2016. "Kita mendorong edukasi, menjangkau seluruh lapisan masyarakat di daerah, maupun perbatasan, kaum Ibu, pelajar, hingga orang-orang berkebutuhan khusus," ucap Muliaman.
OJK membagi tiga tahapan setiap lima tahun target yang ingin dicapai untuk memastikan perlindungan konsumen yang berkesinambungan dengan tumbuh berkembangnya industri jasa keuangan.
Tahapan tersebut meliputi Tahap Pembangunan periode 2013 – 2017, Tahap Pengembangan 2018 – 2022, dan Tahap Akselerasi 2023 – 2027, dan mengacu pada empat pilar utama perlindungan konsumen, yakni infrastruktur, regulasi perlindungan konsumen, pengawasan market conduct serta edukasi dan komunikasi.
Kusumaningtuti menjelaskan, OJK bersama dengan industri keuangan telah menyediakan produk dan layanan jasa keuangan sesuai kebutuhan masyarakat, antara lain menabung saham mikro, reksadana ritel, asuransi mikro, asuransi tani dan lain sebagainya termasuk mendekatkan dengan layanan tanpa kantor (Laku Pandai) dan pemanfaatan layanan keuangan digital.
“Meminimalkan informasi asimetris, masih rendahnya tingkat literasi serta inklusi keuangan, regulasi perlindungan konsumen keuangan belum terstandardisasi, dan maraknya penawaran produk keuangan yang belum memiliki izin dan berpotensi merugikan masyarakat adalah beberapa tantangan yang dihadapi perlindungan konsumen keuangan saat ini,” kata Kusumaningtuti.
Selain itu, muncul isu-isu strategis yang perlu menjadi perhatian antara lain perkembangan financial technology (fintech), pentingnya pengawasan market conduct, peningkatan intensitas transaksi lintas negara (cross-border transaction), dan pentingnya keamanan data pribadi konsumen.
Upaya edukasi dan perlindungan konsumen yang dilakukan OJK tidak terlepas dari kerjasama yang dilakukan dengan berbagai pihak diantaranya Kementerian, Lembaga Negara, Industri Jasa Keuangan, World Bank, the Australia Indonesia Partnership for Economic Governance (AIPEG), Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN), Perwakilan Konsumen seperti YLKI, serta mitra strategis OJK lainya.