Liputan6.com, Moskow - Skandal menerpa Donald Trump. Presiden Amerika Serikat itu diduga membocorkan data intelijen Israel ke Menteri Luar Negeri Rusia Sergey Lavrov, dalam pertemuan di Oval Office, Gedung Putih pada Rabu 10 Mei 2017 lalu.
Seperti diberitakan sejumlah kantor berita AS, diduga kuat terjadi pembocoran informasi rahasia yang dilakukan oleh Presiden Trump ke pihak Rusia.
Merasa pihaknya dikaitkan, Presiden Rusia Vladimir Putin mengklaim bersedia memberikan transkrip pembicaraan untuk membantah dugaan kontroversial tersebut.
Baca Juga
Advertisement
Transkrip itu, menurut sang presiden Rusia, mampu menjadi bukti yang membantah simpang siur kabar tersebut, seperti yang diwartakan CNN, Kamis, (18/5/2017).
Berbicara pada konferensi persi di Sochi, Rusia, Presiden Putin membantah tuduhan yang menuding bahwa atase pemerintahannya menerima bocoran informasi dari Presiden Trump saat pertemuan di Oval Office. Ia juga menyebut kabar yang beredar di sejumlah media sebagai sebuah fenomena 'skizofrenia politik'.
"Jika pemerintah AS memerlukannya (transkrip wawancara Trump dan Lavrov), kami siap untuk memberikannya kepada Senat dan Kongres AS," jelas Presiden Putin, seperti yang dikutip CNN.
Pernyataan Presiden Putin menambah rumit situasi politik di Gedung Putih.
Rencana Vladimir Putin untuk melakukan intervensi dengan memberikan transkrip rekaman wawancara diprediksi mampu meningkatkan tensi dugaan skandal Oval Office 10 Mei 2017 itu.
Sebelumnya, Komite Senat Bidang Intelijen AS juga telah meminta pihak Gedung Putih untuk menyerahkan bukti rekaman pembicaraan pertemuan Presiden Trump dengan Menlu Lavrov.
Putin justru membuat skandal tersebut jadi bahan olok-olok.
"Aku pikir kita perlu menghukumnya (Trump), karena ia tidak membocorkan informasi itu kepada kami (Rusia). Sungguh perbuatan yang buruk darinya (Trump)," kata Putin berkelakar yang diikuti gelak tawa Menlu Lavrov terkait peristiwa Oval Office 10 Mei 2017 saat konferensi pers di Sochi, Rusia, Kamis, 18 Mei 2017.
Namun, sesaat kemudian pria berusia 64 tahun itu kembali bernada serius dan menjelaskan bahwa apa yang dilakukan oleh sang presiden ke-45 AS itu dapat berdampak buruk bagi Negeri Paman Sam.
"Entah mereka (Gedung Putih) tidak paham bahwa tindakan tersebut dapat membahayakan kondisi negaranya, yang justru membuat AS terlihat bodoh. Atau lebih buruk lagi, mereka (Gedung Putih) paham atas tindakan tersebut, yang membuat mereka terlihat berbahaya dan licik," jelas Putin.
Menurut kantor berita CNN yang mengutip sejumlah analisis pakar politik dari Rusia, tindakan Presiden Putin yang berniat memberikan rekaman wawancara pertemuan Oval Office 10 Mei 2017 kepada pihak Gedung Putih dapat dimaknai sebagai dua hal.
Pertama, tindakan itu dapat dimaknai simbol iktikad baik Presiden Putin untuk membantu Presiden Trump keluar dari ceruk kubangan kritik dan skandal politik. Dan diharapkan, tindakan sang presiden Negeri Beruang Merah mampu mentransformasikan relasi Rusia - AS ke arah yang lebih positif untuk di waktu mendatang.
Atau kedua, Presiden Putin sadar bahwa jika ia memberikan bantuan kepada Presiden Trump, hal itu akan membuat sang presiden ke-45 AS itu semakin tenggelam dalam parit citra politik buruk di dalam negeri maupun internasional. Karena, pada beberapa waktu terakhir, relasi Rusia - AS selalu diasosiasikan dengan citra negatif, salah satunya seperti dugaan skandal Pilpres AS 2016.