Harga Ponsel Naik...3 Kerugian Ekonomi Jika Perang AS-Korut Pecah

Ada tiga sub-aspek ekonomi yang akan berdampak besar apabila AS berkonflik dengan Korea Utara, salah satunya naiknya harga ponsel pintar.

oleh Rizki Akbar Hasan diperbarui 19 Mei 2017, 07:21 WIB
Ilustrasi Korea Utara (AFP)

Liputan6.com, Washington, DC - Perang terbuka antara Amerika Serikat dan Korea Utara menjadi kekhawatiran dunia. Koalisi Korea Selatan dan Jepang yang dipimpin oleh AS terus intens menekan Korea Utara agar menghentikan uji coba rudal nuklir dan misil jarak jauh.

Meski sudah seringkali dikecam dan dijatuhi sanksi, Kim Kong-un tetap membangkang dan terus melakukan tes misil balistiknya. Terakhir, pada 14 Mei 2017, Pyongyang kembali melakukan uji coba rudal jarak jauh.

Mengetahui hal itu, AS nampak kembali mempertimbangkan opsi militer sebagai salah satu cara untuk menghentikan pembangkangan Kim Jong-un yang terus mengembangkan persenjataan nuklir. Presiden Donald Trump pun sempat menyatakan bahwa konflik besar dengan Korea Utara besar kemungkinan akan terjadi.

Selain itu, Perdana Menteri Jepang Shinzo Abe juga mengutarakan pendapat serupa soal kemungkinan konflik di Semenanjung Korea yang kian hari semakin dekat dengan kenyataan.

Jika konflik bersenjata di Semenanjung Korea benar-benar terjadi, sejumlah konsekuensi besar dari berbagai aspek akan terjadi, salah satunya adalah ekonomi.

Dan, menurut CNBC (18/5/2017), ada tiga sub-aspek ekonomi yang akan berdampak besar apabila AS menabuh genderang perang dengan Korea Utara.

Pertama, harga ponsel pintar dunia akan mengalami kenaikan akibat krisis ekonomi industri elektronik. Fenomena itu dipengaruhi oleh dekatnya Korea Selatan --negara nomor 4 produsen alat elektronik dunia-- dengan Korea Utara.

Negeri Ginseng yang kini mengklaim 6 persen industri elektronik global, akan mengalami dampak ekonomi krusial, jika konflik di Semenanjung Korea terjadi.

Jika Korea Selatan terganggu konflik Korea Utara, industri elektronik Negeri Ginseng akan terhenti. Akibatnya, perusahaan perakit elektronik akan mencari produsen dari negara lain selain Korea Selatan.

Namun, karena kini Korea Selatan merupakan salah satu negara dominan di bidang industri elektronik, proses produksi barang-barang seperti ponsel pintar, laptop, televisi, dan lainnya akan mengalami gangguan. Dan, menyebabkan harga barang-barang itu mengalami kenaikan.

"AS merupakan salah satu negara konsumen produk elektronik terbesar di dunia. Dan konsumen AS memengaruhi 1 persen inflasi harga produk elektronik. Jika konflik di Korea Utara terjadi, hal itu akan menaikkan prosentase inflasi harga menjadi 2 persen atau dua kali lipat dari harga awal," jelas Capital Economics, firma analis ekonomi berbasis di London, seperti yang dikutip CNBC.

Utang AS Melonjak?

Aspek kedua yang mengalami dampak besar jika konflik Korea Utara terjadi adalah terganggunya aktivitas perdagangan dunia. Fenomena itu dipengaruhi oleh status Korea Selatan sebagai salah satu dari 10 negara dengan aktivitas perdagangan tersibuk di dunia menurut survei Capital Economics.

Firma ekonomi asal London itu juga menambahkan, jika produk domestik bruto (Gross Domestic Product, GDP) Korea Selatan turun 50 persen akibat konflik di Semenanjung Korea, hal itu akan membuat GDP dunia turun 1 persen.

Dan, aspek ketiga jika perang di Semenanjung Korea pecah adalah, meningkatnya utang Amerika Serikat. Saat ini, Negeri Paman Sam memiliki utang sekitar 75 persen dari GDP nasionalnya.

"Dan perang di Korea akan secara signifikan meningkatkan utang AS lebih tinggi dari 75 persen GDP. Angka itu akan berdampak besar bagi AS. Dan jika terlibat, akan ada penambahan utang negara sebanyak 30 persen dari GDP" jelas Capital Economics.

 

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya