Liputan6.com, Idaho - Pada 1988, Taiwan sedang bergegas membangun bom nuklir pertamanya, tapi seorang ilmuwan militer menghentikan hal itu -- setelah ia membelot ke Amerika Serikat (AS) dan membeberkan rencana tersebut.
Hingga sekarang, para kritikus menilai Chang Hsien-yi sebagai pengkhianat, tapi ia tidak menyesal. Kata pria yang sekarang berusia 73 tahun itu, "Jika boleh mengulang waktu kembali, saya tetap akan melakukannya lagi."
Baca Juga
Advertisement
Seperti dikutip dari BBC pada Kamis (18/5/2017), mantan kolonel militer itu sekarang tinggal di negara bagian Idaho, AS, sejak 1988, saat ia membelot dari Taiwan, sekutu dekat AS.
Walaupun berhubungan dekat, Washington mendengar bahwa pemerintah Taiwan secara rahasia memerintahkan para ilmuwan untuk mengembangkan senjata nuklir.
Musuh bebuyutan Taiwan, yaitu pemerintah Komunis China, telah membangun persenjataan nuklir sejak 1960-an dan Taiwan khawatir senjata itu dipakai terhadap pulau tersebut.
Taiwan berpisah dari China setelah Perang Saudara pada 1949. Hingga sekarang, China menganggap Taiwan sebagai provinsi pembangkang dan bersumpah mempersatukan Taiwan walau dengan kekerasan sekalipun.
Kepemimpinan Taiwan kala itu juga sedang gamang. Presiden Chiang Ching-kuo saat itu sedang sekarat dan AS menduga kepemimpinan akan digantikan oleh Jenderal Hau Pei-tsun yang dianggap 'nyeleneh'.
Pihak AS khawatir akan penyebaran nuklir di Selat Taiwan dan cenderung menghentikan ambisi nuklir Taiwan guna menghentikan perlombaan senjata.
AS kemudian secara diam-diam membujuk Chang untuk menghentikan program nuklir Taiwan.
Ketika Chang direkrut oleh CIA di awal 1980-an, ia adalah wakil direktur di Lembaga Penelitian Tenaga Nuklir yang bertanggungjawab atas program persenjataan nuklir Taiwan.
Sebagai salah satu ilmuwan nuklir, ia menikmati hidup nyaman dengan gaji tinggi. Tapi ia mulai mempertanyakan keperluan nuklir negeri itu setelah bencana Chernobyl di bekas Soviet pada 1986. Ia kemudian diyakinkan bahwa penghentian program itu "baik bagi perdamaian dan bermanfaat bagi China daratan dan Taiwan."
Kata Chang, "Itulah yang tertanam dalam benak saya.Tapi alasan terpenting saya menyetujuinya adalah karena mereka berupaya keras untuk memastikan agar saya selamat."
Tugas berikutnya adalah membawa ia sekeluarga keluar dari Taiwan.
Menjadi Pembelot
Pada saat itu, para perwira militer tidak boleh ke luar negeri tanpa izin. Pada awalnya Chang memastikan keselamatan istri dan 3 anaknya dengan mengirimkan mereka berlibur ke Jepang.
Istrinya, Betty, tidak mengetahui tentang kehidupan ganda suaminya. Mereka hanya mengobrol tentang kemungkinan mencari kerja di AS. Kata wanita itu, "Ia bilang ini hanya menjajal untuk mengetahui betapa mudahnya keluar Taiwan dan melihat ukuran koper yang bisa saya bawa."
Nyonya Chang berangkat pada 8 Januari 1988 bersama anak-anak mereka dan bergembira mengunjungi Disneyland di Tokyo. Hari berikutnya, Chang melakukan penerbangan ke AS menggunakan paspor palsu yang diberikan oleh CIA, hanya membawa sedikit uang dan beberapa barang pribadi.
Tidak seperti laporan-laporan sebelumnya, ia mengaku tidak membawa dokumen apapun bersamanya saat itu. Katanya, "Pemerintah AS memiliki semua bukti, mereka hanya memerlukan seseorang, yaitu saya, untuk memeriksanya."
Sementara itu, di Tokyo, Betty Chang didatangi oleh seorang wanita yang membawa surat dari suaminya. Saat itulah ia mengetahui bahwa suaminya bekerjasama dengan CIA dan telah membelot.
"Suratnya berbunyi, 'Kamu tidak akan pernah kembali ke Taiwan dan dari Jepang kamu akan pergi ke AS.' Saya menangis ketika tahu tidak bisa lagi ke Taiwan."
Keluarga itu kemudian melakukan penerbangan ke Seattle dan dijemput oleh Chang di bandara. Mereka kemudian dibawa ke rumah singgah di Virginia karena khawatir akan pembunuhan oleh agen Taiwan ataupun para ekstremis patriotik.
Dalam waktu 1 bulan, AS berhasil menekan Taiwan agar menghentikan program itu berdasarkan intelijen yang telah terkumpul dan kesaksian Chang. Saat itu, Taiwan diduga masih perlu 2 tahun untuk tuntas membuat sebuah bom nuklir.
Advertisement
Meluruskan Pendapat
Chang telah membisu selama beberapa dekade. Tapi, setelah pensiun, ia ingin meluruskan berbagai hal melalui sebuah memoir berjudul "Nuclear! Spy? CIA: Record of an Interview with Chang Hsien-yi."
Buku itu diterbitkan bersama dengan seorang akademisi bernama Chen Yi-shen dan diterbitkan pada Desember lalu. Terbitannya telah memicu debat tentang apakah Chang telah berbuat yang terbaik bagi Taiwan.
Beberapa pihak memujinya karena mencegah kemungkinan perang nuklir, sedangkan sejumlah pihak lain melihat tindakannya mengurungkan niat Taiwan memiliki senjata nuklir demi pertahanan diri.
Bahkan, mereka yang tergabung dalam Democratic Progressive Party (DPP) yang saat berkuasa di Taiwan melihat tindakan itu dengan tak senang walaupun partai itu secara resmi menolak pengembangan energi dan senjata nuklir.
"Apapun pandangan politik seseorang, ketika ia mengkhianati negaranya, itu tidak dapat diterima…tak termaafkan," kata Wang Ting-yu dari DPP, yang juga menjabat sebagai ketua komisi urusan luar negeri dan pertahanan.
Chang bersikukuh bahwa ia mengkhawatirkan para politisi ambisius Taiwan akan menggunakan senjata nuklir untuk mengambil kembali China daratan.
Menurutnya, Nyonya Chiang Kai-shek, ibu tiri Presiden Chiang Ching-kuo , bersama-sama dengan sekelompok jenderal yang setia kepadanya sudah membuat rantai komando terpisah untuk mempercepat pengembangan senjata nuklir.
Kata Chang, "Mereka bilang mereka tidak akan menggunakannya, tapi tidak ada yang percaya." Pihak AS juga tidak percaya.
Menurutnya, sekarang ini mungkin masih ada para politisi yang tergoda untuk menggunakan senjata demikian, kali ini untuk mendorong kemerdekaan resmi Taiwan dari China, berapapun harga yang harus dibayar. Tapi, Wang dari DPP membantahnya, "Kami sama sekali tidak memikirkan itu."
Selama beberapa tahun kemudian, beberapa presiden Taiwan pernah terpikir untuk mengaktifkan lagi program senjata nuklir, tapi Washington diduga langsung berkeberatan.
Namun demikian, Taiwan dipandang memiliki kemampuan untuk segera membuat senjata nuklir jika memang diperlukan. Dalam beberapa tahun belakangan, China mengancam menyerbu Taiwan jika mengembangkan senjata nuklir.
'Saya Cinta Taiwan'
Sesudah pembelotan, militer Taiwan menjadikannya sebagai buronan. Tapi, walaupun perintah penangkapannya telah kadaluarsa pada 2000, ia belum pernah kembali ke Taiwan dan tidak berencana melakukannya.
Ia tidak mau berurusan dengan kritik yang diyakininya akan mengemuka dan dampak buruk hal tersebut terhadap keluarganya di AS.
Pada 1990, mereka menetap di Idaho, tempat Chang bekerja sebagai insinyur dan ilmuwan bagi Idaho National Laboratories milik pemerintah AS. Ia pensiun pada 2013.
Satu-satunya penyesalan adalah karena ia tidak bisa bertemu dengan orangtuanya sebelum mereka meninggal dunia.
Kata Chang, "Orang tidak perlu berada di Taiwan untuk mencintai Taiwan. Saya mencintai Taiwan. Saya seorang Taiwan, saya seorang China. Saya tidak ingin melihat rakyat China di dua sisi Selat Taiwan saling membunuh."
Advertisement