Liputan6.com, Dakar - Menteri Pendidikan Tinggi, Riset, Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Gambia, Dr. Badara Alieu Joof, melakukan kunjungan kerja khusus ke KBRI Dakar pada 16 Mei 2017 waktu setempat. Hal itu bertujuan untuk memperkuat dan mengeksplorasi peluang kerja sama pendidikan antara negaranya dan Indonesia.
Dalam lawatan khusus tersebut, Menteri Badara Joof membawa satu rombongan delegasi yang terdiri dari unsur Kementerian Pendidikan Tinggi Gambia, University of The Gambia (UTG) dan lembaga pelatihan Gambia Technical Training Institute (GTTI).
Advertisement
Badara Joof telah lama berkecimpung di dunia pendidikan. Ia pernah menjabat sebagai Permanent Secretary of Education and Local Government, sebelum ditunjuk sebagai Menteri Pendidikan Tinggi Gambia oleh Presiden Terplilh Adama Barrow.
Menteri Badara Joof juga pernah bekerja sebagai Education Specialist di World Bank. Dirinya pun sangat mengenal sosok Menteri Keuangan RI, Sri Mulyani, ketika ia menjabat sebagai Managing Director.
Dalam pertemuannya dengan Dubes RI Dakar, Mansyur Pangeran, yang juga sebagai Dubes RI untuk Gambia, seperti dikutip dari Kemlu.go.id, Jumat (19/5/2017), Joof menyampaikan bahwa Pemerintah Gambia sangat mengapresiasi bantuan yang selama ini telah diberikan RI dalam upaya mendukung pembangunan sektor pertaniannya.
Pemerintah RI dalam hal itu telah membantu meningkatkan kapasitas para petani Gambia melalui Balai Pelatihan Pertanian Agriculture Rural Farmers Training Centre (ARFTC) di Jenoi, yang didirikan pada 1998.
Badara Joof sangat memandang tinggi kemajuan pembangunan yang dimiliki oleh Indonesia. Ia mengatakan bahwa "Indonesia is Gambia's neighbour, although not geographically, but conceptually experienced, politically and economically". Oleh karena itu, pemerintahnya sangat ingin meningkatkan hubungan bilateral dengan Indonesia dalam bidang pendidikan. Dengan memfokuskan pada empat area, yaitu pertanian, pariwisata, teknologi dan engineering.
Menurut Joof, Gambia sangat memerlukan bantuan dari Indonesia dalam mengembangkan kapasitas ilmu pengetahuan dan teknologinya khususnya di bidang civil engineering, mechanical engineering, electrical engineering dan arsitektur.
Di bidang pariwisata, Menteri Badara Joof menyampaikan bahwa Gambia tidak ingin terbatas hanya pada obyek wisata resort dalam menunjang sektor tersebut. Oleh karena itu, Gambia sangat membutuhkan asistensi dan expertise dari Indonesia.
Langkah itu dilakukan untuk mengeksploitasi potensi pariwisata Gambia, seperti pengembangan eco-tourism yang saat ini sedang populer di Indonesia.
Menanggapi Joof, Dubes Mansyur Pangeran menyampaikan bahwa hubungan bilateral antara Indonesia dan Gambia telah berlangsung sangat baik.
Dengan didirikannya ARFTC di Jenoi pada tahun 1998, RI telah menunjukkan komitmennya dalam upaya membangun sektor pertanian Gambia. Keberadaan Balai ARFTC dengan berbagai pelatihan yang telah dilakukan telah memberikan manfaat yang besar tidak hanya untuk petani di sana, tetapi juga kepada petani dari negara-negara sekitar di kawasan Afrika Barat.
Bantuan RI
Sejak tahun 2008 sampai dengan tahun 2016, Dubes Mansyur Pangeran menyampaikan bahwa RI telah memberikan beasiswa kepada 18 pelajar Gambia melalui skema beasiswa Darmasiswa dan KNB. Salah satu di antaranya kini telah menjadi dosen di University of The Gambia.
Adalah Gibriel Badjie, yang pada 4-8 September 2017 ini juga dicalonkan oleh Dubes Mansyur Pangeran untuk mengikuti World Congress on Indonesianist 2017 di Bali.
Kunjungan khusus Menteri Badara Joof ke KBRI Dakar telah menambah bobot tersendiri bagi hubungan bilateral antara Indonesia dengan Gambia. Ia sangat berharap ditandanganinya Memorandum of Understanding (MoU) antara UTG dengan Universitas Brawijaya (UB) tahun ini, sebagai tindak lanjut dari pertemuan antara Dubes RI Dakar, UB dan UTG di KBRI Dakar pada 21 Mei 2017.
Dalam kurun waktu satu semester, Dubes Mansyur telah secara intens melakukan pertemuan dengan Rektor UTG, Prof. Faqir Muhammad Anjum, guna merealisasikan kerja sama pendidikan antara kedua negara.
Sikap proaktifBadara Joof merupakan gesture dari Pemerintah Gambia yang saat ini sedang gencar mencari bantuan dari pihak luar, untuk membantu pembangunan yang sedang berjalan di negaranya. Momentum dan keseriusan tersebut seyogianya dapat dimanfaatkan oleh Pemri untuk lebih meningkatkan serta memperluas kerja sama bilateral, antara kedua negara yang telah dirintis dengan baik melalui pendirian ARFTC di Jenoi, Gambia.
Konsep pelatihan serupa seperti di ARFTC juga diharapkan dapat diterapkan di level universitas, dengan mengundang keterlibatan universitas-universitas di Indonesia serta peran aktif dari Kementerian Riset, Teknologi dan Dikti RI.