Investor Kembali Koleksi Instrumen Safe Haven, Harga Emas Naik

Pendorong penguatan atau kenaikan harga emas adalah turbulensi politik di Amerika Serikat (AS).

oleh Arthur Gideon diperbarui 20 Mei 2017, 07:12 WIB
Pekerja menggunakan mesin untuk memberikan nomor seri pada emas batangan di pabrik logam mulia Krastsvetmet, Rusia, 24 Oktober 2016. Krastsvetmet merupakan salah satu produsen terbesar di dunia dalam industri logam mulia (Reuters/Ilya Naymushin)

Liputan6.com, Jakarta - Harga emas naik tipis pada perdagangan Jumat. Harga emas terus menguat sepanjang pekan ini dan menuju penguatan terbesar mingguan sejak April.

Pendorong penguatan atau kenaikan harga emas adalah turbulensi politik di Amerika Serikat (AS) yang membuat investor mengoleksi instrumen investasi safe haven.

Mengutip Reuters, Jumat (20/5/2017), harga emas di pasar spor naik 0,4 persen menjadi US$ 1.250 per ounce. Sepanjang pekan ini harga emas di pasar spot telah naik 1,9 persen. Sedangkan harga emas berjangka AS tergelincir 0,1 persen menjadi US$ 1.251,10 per ounce.

Managing director GoldSilver Central, Singapura, Brian Lan menjelaskan, harga emas mengalami reli yang cukup tinggi sejak awal pekan. Oleh sebab itu, pada perdagangan Kamis harga emas sedikit mengalami koreksi.

"Namun di Jumat harga emas kembali mengalami kebangkitan meskipun belum terlalu besar," jelas dia.

"Orang-orang masih harus waspada dengan risiko geopolitik, terutama dari AS, sehingga mereka belum mau menjual aset safe haven," tambah dia.

Partai Republik kini mulai bergulat dengan kemungkinan pemakzulan Donald Trump. Hal tersebut dipicu laporan yang menyebutkan, Trump meminta James Comey -- mantan direktur FBI yang dipecatnya -- untuk membatalkan penyelidikan terhadap eks penasihat keamanan nasional, Michael Flynn.

Flynn diberhentikan setelah kedapatan membohongi Wakil Presiden Mike Pence dan sejumlah pejabat Gedung Putih lainnya soal percakapannya dengan Duta Besar Rusia untuk AS Sergey Kislyak tahun 2016. Perbincangan Flynn dan Kislyak diduga merupakan indikasi kuat, ia berkolusi dengan Moskow untuk "mengganggu" Pilpres AS 2016. (Gdn/Ndw)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya