Liputan6.com, Moskow - Jika Anda kurang menyukai bentuk hidung Anda, jangan buru-buru mengambil tindakan operasi. Sebab bentuk hidung kita ternyata menunjukkan bahwa betapa manusia telah berevolusi dengan baik.
Para ahli genetika dari Akademi Ilmu Pengetahuan dan Antropologi Rusia di Universitas Negeri Moskow (MGU) mengungkapkan, bentuk hidung dan rahang atas bergantung pada kondisi iklim.
Advertisement
Mengutip RBTH, Minggu (21/5/2017), penelitian itu dimulai oleh para ilmuwan dengan mengukur bagian wajah pada tengkorak milik lebih dari 500 individu dari 22 negara Eropa. Mereka kemudian menyandingkan hasilnya dengan data variasi iklim dan melakukan penelitian genetika.
Saat melihat perubahan bentuk wajah orang-orang Siberia, Timur Jauh, dan Utara Jauh, hasilnya ternyata sama seperti orang-orang Eropa.
Hasil penelitian ini akan sangat berguna dalam ilmu medis dan epidemiologi. Lalu pengetahuan mengenai disposisi atau kecenderungan suatu etnis terkena penyakit tertentu, serta ketahanan mereka terhadap virus akan membantu pengembangan obat penyakit THT.
Para ilmuwan percaya bahwa orang dengan bentuk wajah dan hidung tertentu mungkin memiliki penyakitnya sendiri.
Dampak Kelembaban
Menurut para ilmuwan, di belahan dunia yang beriklim lebih dingin, hidung manusia berubah menjadi lebih mancung dan ukuran rahang atas pun menjadi lebih besar. Perubahan konstruksi wajah ini tentu saja tak terjadi secara instan.
Para ilmuwan mengatakan proses konstruksi itui memakan waktu lebih dari seribu tahun.
"Dari sudut pandang fisiologis, udara harus dihangatkan ke suhu tubuh dan diserap dengan uap air saat mencapai paru-paru. Jika tidak, orang itu akan jatuh sakit," jelas Andrei Yevteev, seorang kolaborator senior di Laboratorium Antropogenesis MGU sekaligus penulis studi tersebut.
"Saluran pernapasan pada dasarnya adalah alat untuk mengolah udara. Alat apa pun akan berubah bentuk tergantung pada kondisi tempat ia bekerja."
Tak hanya suhu udara, kelembaban pun turut memberikan dampak. Adaptasi terhadap iklim Asia Utara yang sangat dingin dan kering berbeda dengan iklim dingin dan lembab di Eropa Utara dan Timur Laut.
Bentuk hidung tak hanya berubah pada orang-orang yang tinggal di daerah yang sangat dingin, seperti orang-orang Aleut atau Chukchi yang merupakan masyarakat Siberia dan Ural Utara, tapi juga telah mengubah seluruh struktur wajah mereka selama ribuan tahun.
"Sudut inhalasi juga memiliki dampak dan memengaruhi penghangatan udara. Inilah yang menyebabkan ujung hidung bisa membeku di tengah hujan salju lebat," jelas Yevteev.
Bangsa Slavia yang Misterius
Bangsa Slavia adalah satu-satunya kelompok etnis di Eropa yang sangat sulit dilihat perubahannya. Dengan menetap di berbagai wilayah di Eropa, mereka menyebarluaskan bahasa mereka kepada suku-suku yang tinggal di wilayah negara-negara Slavia saat ini.
Akibatnya, keturunan orang-orang yang sebetulnya sama sekali tidak memiliki hubungan dengan bangsa Slavia asli mulai memanggil diri mereka sebagai orang Slavia.
Inilah sebabnya mengapa orang Rusia modern, Polandia, Ceko, dan orang-orang lain dari kelompok etnis ini tidak memiliki karakteristik orang-orang Slavia Kuno.
Hal lain yang mempersulit penelitian ini adalah bahwa bangsa Slavia Kuno tidak mengubur orang mati, melainkan mengkremasinya. Itulah sebabnya hampir tidak mungkin membandingkan perubahan yang terjadi karena iklim.
"Orang-orang Slavia Selatan memiliki banyak kesamaan umum dengan orang-orang di Semenanjung Balkan dan Timur Tengah. Sementara, orang-orang Slavia Timur mirip dengan kelompok etnis Finno-Ugric, sesuatu yang jelas mempengaruhi penampilan mereka," papar Yevteev.
"Karena itulah, agak sulit untuk menentukan bagaimana kondisi iklim berperan terhadap perubahan penampilan orang-orang Slavia," pungkas Yevteev.
Advertisement