Liputan6.com, Natuna - Tragedi berdarah terjadi saat gladi bersih menjelang pembukaan latihan Pasukan Pemukul Reaksi Cepat (PPRC) TNI di Natuna, Kepulauan Riau, Rabu 17 Mei 2017. Empat prajurit tewas dan delapan lainnya terluka. Diduga, kerusakan meriam jenis giant bow buatan China menjadi penyebab jatuhnya korban.
Seperti ditayangkan Liputan 6 Pagi SCTV, Minggu (21/5/2017), latihan prajurit PPRC tersebut semula berjalan lancar. Seketika, sebuah meriam mengalami kerusakan pada perangkat elevasi hingga bergerak liar.
Advertisement
Gladi bersih yang bertempat di Stelling Arhanud 1/K JAT Giant Bow dimulai pada pukul 07.00 dan berjalan mulus tanpa hambatan. Namun, sekitar pukul 11.00, dalam latihan menembak jarak sedang dengan drone sebagai sasaran, meriam ke-8 hilang kendali karena kerusakan pada penyekat kiri.
Akibat kejadian tersebut pucuk meriam turun dan mengarah ke samping kiri, tempat meriam nomor 6 dan 7 berada. Hal ini menyebabkan empat prajurit meninggal dunia dan delapan lainnya terluka.
Musibah datang tanpa bisa dihalang. Di tengah hujan gerimis, jenazah Kapten Heru Bayu dibawa menuju tempat peristirahatan terakhir di Taman Makam Pahlawan Kusuma Negara, Lolong, Kota Padang, Kamis 18 Mei 2017.
Sementara itu, jenazah Pratu Ibnu Hidayat dimakamkan secara militer di Kompleks Pemakaman Desa Kebon Batur, Demak, Jawa Tengah. Sedangkan Pratu Marwan dikebumikan secara militer di Labuhanbatu Selatan, Sumatera Utara.
Di hari yang sama, setelah diserahkan kepada keluarga dengan upacara militer, Praka Edy dimakamkan di pemakaman keluarga di Kabupaten Luwu, Sulawesi Selatan.
Seperti jadwal semula, latihan PPRC tetap dilakukan pada Jumat 19 Mei pagi di Tanjung Datuk, Natuna. Latihan ini melibatkan 5.889 personel TNI yang melakukan 13 materi demonstrasi darat, laut, dan udara.
Sesuai prosedur tetap TNI, setelah ditemukan bermasalah, 9 meriam giant bow berjenis sama langsung dinonaktifkan dan tidak diikutsertakan dalam latihan.
Sementara itu, Presiden Joko Widodo atau Jokowi mengungkapkan rasa belasungkawa saat membuka latihan PPRC.
Meriam giant bow digunakan batalyon artileri pertahanan udara untuk pertahanan titik. Total ada 18 meriam giant bow yang dimiliki Indonesia. Meriam produksi China ini efektif melawan sasaran udara yang terbang rendah karena memiliki mobilitas tinggi dan mampu berputar 360 derajat.
Dengan jangkauan maksimal 2.000 meter, meriam giant bow juga memiliki kecepatan tembak yang fantastis yakni 970 meter per detik dengan rata-rata tembakan 600 hingga 2.000 butir per menit.
Adalah hal yang wajar jika kita memesan alutsista dari negara lain untuk melengkapi kebutuhan pertahanan militer. Namun, tahukah Anda kalau produk militer buatan Indonesia juga diminati mancanegara?
Perindustrian TNI Angkatan Darat (Pindad) yang berada di Bandung, Jawa Barat, merupakan instansi yang memproduksi peralatan militer. Tidak hanya untuk kebutuhan domestik, namun juga kebutuhan internasional.
Salah satunya adalah senjata serbu SS-2 V-4 heavy barrel yang karena kecanggihannya membuat Indonesia menjuarai berbagai perlombaan di tingkat internasional. Senjata ini memiliki desain lebih ergonomis, akurasi tinggi, berjarak jangkauan tembak 400 hingga 500 meter, serta minimnya hentakan saat digunakan menembak.
Selain amunisi dan senjata, kendaraan militer mulai diproduksi pada tahun 2008. Dalam waktu satu tahun Pindad mampu memproduksi 50 sampai 70 unit kendaraan tempur lapis baja dan dilirik sejumlah negara.
Panser Anoa 6x6 digunakan pasukan perdamaian Indonesia di Lebanon. Sejumlah negara, seperti Malaysia, Singapura, serta Timor Leste juga menggunakan kendaraan tempur buatan Pindad ini untuk mengangkut personel di medan perang.
Bagaimana insiden meriam tersebut bisa terjadi saat latihan prajurit PPRC di Natuna? Saksikan ulasan selengkapnya dalam Kopi Pagi (Komentar Pilihan Liputan 6 Pagi) berikut ini.