Liputan6.com, Beijing - Sebuah dokumen baru-baru ini bocor. Isinya berupa bagaimana pemerintah Tiongkok menghancurkan sejumlah operasiCIA di China sejak 2010. Dokumen itu lantas dimuat oleh New York Times.
Dalam dokumen tersebut pemerintah Tiongkok mengaku telah membunuh puluhan informan CIA dan menahan lebih dari delapan orang. Menurut laporan itu, salah satu 'pembisik' ditembak di depan koleganya di halaman gedung pemerintahan.
Melansir News.com.au pada Minggu (21/5/2017) koran AS itu memverifikasi laporan itu kepada 10 pejabat Amerika Serikat, baik yang masih aktif maupun telah pensiun. Mereka mengaku operasi di China adalah operasi intelijen paling buruk dalam beberapa dekade teratur.
Dokumen itu dipublikasikan pada Sabtu 20 Mei 2017.
Laporan itu jelas mengguncang intelijen di Washington dan mereka saling tuding kegagalan operasi di Tiongkok. Beberapa mengatakan gagalnya operasi CIA karena ada pengkhianat di tubuh CIA.
Baca Juga
Advertisement
Lainnya percaya bahwa China berhasil meretas sistem internet AS. Beberapa tahun kemudian, perdebatan apa yang menjadi sumber kegagalan masih berlangsung.
Namun dalam dokumen itu mengatakan, agen FBI turut campur kepada sumber CIA itu. Mereka kerap meminta para informan bepergian di rute yang sama dan meeting point yang sama juga.
Beberapa agen mata-mata meminta pertemuan di restoran, padahal di setiap rumah makan di China pelayannya ada yang jadi mata-mata pemerintah.
CIA menganggap mata-mata di China salah satu prioritas utamanya, namun aparat keamanan negara yang luas membuatnya sangat sulit untuk mendapatkan layanan mata-mata Barat untuk mengembangkan sumber di sana.
CIA mulai sadar para sumbernya satu persatu hilang pada awal 2011. FBI dan CIA lantas menggelar operasi bersama untuk mencari sebabnya.
Mereka memiliki kantor rahasia di Northern Virginia, di sana mereka menganalisis operasi di Beijing. Salah satu mantan agen menyebut investigasi berkode nama Honey Badger.
Makin banyaknya sumber mereka hilang. Operasi honey badger pun makin intens. Tiap personel di kedutaan AS di Beijing dikawal, tak peduli seberapa rendah level mereka
Meskipun di tubuh CIA dan FBI saling tuding siapa penyebab gagalnya operasi intelijen di China, semua satu suara terkait kerusakan yang terjadi akibat kegagalan operasi itu.
Untuk menghitung kerugian kegagalan operasi mata-mata sulit dihitung. Jumlah aset atau sosok pembisik bagi Amerika yang hilang di China, kata beberapa pejabat, menyaingi orang-orang yang hilang di Uni Soviet dan Rusia selama pengkhianatan Aldrich Ames dan Robert Hanssen, yang sebelumnya berasal dari CIA dan FBI, yang membocorkan operasi intelijen ke Moskow selama bertahun-tahun.
Matt Apuzzo, penulis artikel di New York Times berkata kepada BBC, "dokumen itu menunjukkan masa-masa tersebut adalah salah satu waktu paling mendebarkan. Ada perpecahan dalam tubuh AS sendiri, apakah gagalnya operasi disebabkan oleh pengkhianat atau buka."
Beberapa kemudian, pada 2015, CIA menarik seluruh stafnya di kedutaan AS di Beijing. Dalam dokumen itu menyebut sebuah laporan penting pada 2015. Saat itu, dokumen yang boleh dibaca untuk umum menyebut bagaimana sistem jaringan Sumber Daya Manusia AS diretas oleh hacker China. Ada sekitar empat juta data pejabat federal --baik yang masih bekerja dan pensiun-- termasuk keterangan pribadi mereka dicuri.
Hilangnya sejumlah mata-mata milik CIA menghancurkan jaringan intelijen AS di China yang telah dibangun beberapa tahun. Hal itu juga sekaligus mempertanyakan kepiawaian intel AS di bawah pemerintah Barack Obama. Sejauh ini CIA dan FBI menolak berkomentar.
Tulisan itu dirilis New York Times saat terjadi kevakuman hubungan AS dan China. Pemerintah Donald Trump telah menunjuk Terry Branstad --gubernur Iowa untuk menjadi dubes di China, namun ia belum juga pindah ke Beijing.
Dubes China untuk AS Cui Tiankai, juga menolak berkomentar terkait artikel dan dokumen tersebut. Namun, baru saja ia mengeluarkan pernyataan pers dengan mengatakan, "Ini adalah momentum positif hubungan China-AS."
Ini bukan kali pertama gagalnya laporan CIA terkuak ke muka publik. Pada Maret lalu, citra CIA kembali tercoreng kala WikiLeaks membocorkan dokumen-dokumen rahasia badan intelijen itu.
Dalam dokumen itu, menyebut bagaimana CIA menggunakan kontrol jarak jauh untuk memata-matai seseorang. Tak hanya itu, bocoran itu menyebut CIA telah meretas iPhone dan MAC selama 10 tahun belakangan.
Pada Maret pula, jaksa AS mengumumkan penahanan karyawan Kementerian Luar Negeri AS Candace Marie Claiborne. Ia dituduh telah menjalin kontak dengan pejabat China.
Menurut catatan pengadilan, Claiborne menerima ribuan dolar dari pejabat China, termasuk hadiah-hadiah mewah di antaranya iPhone, laptop dan uang untuk belajar di sekolah fashion di Beijing.